Rabu 08 Sep 2021 10:52 WIB

Bahasa Arab Dituding Ciri Teroris, Ketua MUI: Logika Kacau

Kiai Cholil mengkritik logika mengaitkan bahasa Arab dengan terorisme

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengkritik logika mengaitkan bahasa Arab dengan terorisme
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengkritik logika mengaitkan bahasa Arab dengan terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat Muhammad Cholil Nafis angkat bicara terhadap yang disampaikan pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati yang menuding banyak sekolah di Indonesia berkiblat pada militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris.

Kiai Cholil menilai pernyataan Susaningtyas Nefo bukan sebagai pengamat melainkan penyesat.    

Baca Juga

Cholil merasa lucu dengan pernyataan tersebut. Dia menduga Susaningtyas tidak memahami bahasa Arab sehingga mengaitkannya dengan teroris. 

“Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” kata Cholil dalam cicit akun media sosial Twitter-nya, Rabu (8/9).

 

Saat dikonfirmasi lebih lanjut oleh Republika.co.id., Kia Cholil menjelaskan bahasa Arab adalah yang paling sempurna. Selain itu,  bahasa Arab menjadi bahasa di Islam dan jadi bahasa Alquran. Jadi, dia melanjutkan, kalau ada orang berbahasa Arab jadi teroris maka bukan bahasa Arabnya yang salah. 

Dia melanjutkan, secara argumentasi tidak bisa dibenarkan jika profesor korupsi kemudian menuding perguruan tinggi adalah sarang korupsi.

Baca juga : Empat Sifat Orang Bertakwa Menurut Alquran

"Pengajaran bahasa Arab sama dengan orang mengajarkan agama. Jadi, kalau mengatakan Islam agama teroris salahnya di situ, ini kesalahpahaman," katanya. 

Lebih lanjut, Cholil mempertanyakan pernyataan Susaningtyas yang menganggap orang yang tak hapal nama-nama partai politik (parpol) merupakan ciri teroris. Dia menilai Susaningtyas punya logika yang kacau.

“Masa’ tak hafal nama-nama parpol dianggap radikal, nanti kalau tak kenal nama-nama menteri dikira tak nasionalis. Kacau nih logikanya,” ujarnya.

Dia mempertanyakan, apa hubungan radikal dengan parpol. Dia menyontohkan, jika ada orang yang tidak mau tahu dengan parpol karena tak percaya masa disebut radikal. 

"Jangan-jangan tidak kenal menteri juga disebut tak nasionalis sementara menterinya ganti-ganti. Saya hapal semua nama menterinya namun bisa jadi masyarakat awam tak hapal karena sibuk dengan makan, hidup," katanya.

Jadi, dia menilai basis intelektual Susaningtyas lemah, pengamatannya kacau dan pernyataannya tendensius. Sebab, dia melanjutkan, pengamat seharusnya netral, berbasis rasional, dan argumentatif.

Sebelumnya, Pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati menilai saat ini banyak sekolah di Indonesia yang mulai berkiblat ke Taliban yang dia anggap sebagai organisasi radikal.

Dia menyebutkan  ciri-ciri sekolah dan para gurunya yang mulai berkiblat ke Taliban atau ke radikalisme, diantaranya tidak mau hafal nama-nama Partai Politik.

Baca juga : Taliban Tegaskan Afghanistan akan Pakai Hukum Syariat

“Mereka tak mau pasang foto presiden dan wapres. Lalu mereka tak mau menghafal menteri-menteri, tak mau menghafal parpol-parpol,” ujar Susaningtyas dilansir di Progam Crosscheck yang disiarkan di akun YouTube, dikutip Rabu (8/9).

Dia mengatakan bahwa gerakan sekolah yang berkiblat pada Taliban ini, tentu harus diwaspadai. Karena sekolah merupakan pabrik pencetak para pemimpin negeri di masa depan, sekolah pula yang mencerdaskan bangsa.

Mantan anggota DPR Komisi I ini juga menyebut ciri anak muda yang terpapar radikalisme adalah dengan perbanyak belajar bahasa Arab.

“Bagaimana saya tak khawatir, anak muda kita sudah tak mau lagi hormat pada bendera Indonesia, tak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. berbahasa Arab,” ujarnya.

Dia menambahkan, bukan berarti Arab itu memiliki konotasi teroris, namun kalau arahnya ke terorisme bahaya. "Karena sebenarnya mereka juga ingin berkuasa, ingin punya kekuasaan, tapi mereka ingin berkuasa dengan cara mereka sendiri,” ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement