Selasa 31 Aug 2021 17:40 WIB

Adil dan Zalim di Mata Buya Hamka

Buya Hamka menjelaskan adil dan zhalim.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Adil dan Zalim di Mata Buya Hamka. Foto: Buya Hamka ketika hendak menyalati jenazah Presiden Soekarno.
Foto: istimewa
Adil dan Zalim di Mata Buya Hamka. Foto: Buya Hamka ketika hendak menyalati jenazah Presiden Soekarno.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama asal tanah Minang, Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal sebagai Buya Hamka, mengingatkan betapa pentingnya bersikap adil dan berhati-hati terhadap perbuatan zalim. Dia menyampaikan, keadilan ialah wujud kemuliaan dari akal budi.

"Keadilan yang dimaksud di sini ialah kepandaian mencampurkan 'garam' hidup dan mengendalikan diri, sehingga marah, syahwat, dan akal budi pun seimbang," jelas Buya Hamka dalam Tasawuf Modern.

Baca Juga

Dalam keseimbangan itulah, seseorang yang memiliki sikap adil senantiasa menjadi bijaksana termasuk dalam menghadapi musuh pada waktunya. Kematian pun menjadi hal yang ringan dan perkara kecil karena tujuannya untuk mempertahankan kehormatan yang memang harus dibela.

Orang dengan sikap adil takut membuat kesalahan. Dampaknya, ia akan adil di dalam masyarakat. Adil di dalam masyarakat ialah meninggalkan kepentingan diri sendiri dan mengutamakan kepentingan bersama. Juga adil dalam melakukan siasat dan muslihat.

"Adil di dalam budi pekerti ialah perangai 'iffah (mengendalikan diri). Adil menghadapi lawan ialah memakai perangai Syaja'ah (keberanian). Adil di dalam pergaulan ialah menghindarkan lengah dan lalai," jelas ulama kelahiran Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam, Sumatra Barat, itu.

Buya Hamka juga menjabarkan, lawan dari adil ialah zalim, yaitu berbuat sewenang-wenang pada orang lain demi memuaskan nafsu dan syahwat. Seseorang juga bisa berbuat zalim pada dirinya, ketika mementingkan nafsu dan syahwat yang berakibat pada kesengsaraan.

"Zalim pada diri ialah orang yang pengecut dan ragu-ragu. Ada kalanya dalam hidup ini, kita mendapat kesempatan. Bila kita pandai menggunakannya, keberuntungan dan bahagia akan didapat. Dan bila dibiarkan, tak akan kembali lagi," ujarnya.

Dalam keadaan seperti itu, menurut Buya Hamka, orang harus berani mengambil keputusan dan tidak boleh ragu-ragu. "Orang yang ragu-ragu dan serba takut, adalah zalim pada dirinya. Demikianlah pembicaraan mengenai penyakit kejiwaan," paparnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement