Senin 30 Aug 2021 13:06 WIB

Nasib Gen Z Afghanistan tanpa Kepastian Masa Depan

Generasi Z khawatir kehidupan mereka akan terenggut di bawah pemerintahan Taliban.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Seorang anak Afghanistan (ilustrasi)
Foto: AP/Rahmat Gul
Seorang anak Afghanistan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL --  Salgy menjadi salah satu dari sekitar 200 ribu pelajar Afghanistan yang berhasil lulus ujian masuk universitas, pada pekan lalu. Dia sangat gembira karena kerja kerasnya selama ini telah terbayar.

Selama berbulan-bulan, Salgy mengurung diri di kamarnya di ibu kota Kabul untuk belajar dengan keras, hingga terkadang lupa makan. Salgy memiliki keinginan kuat untuk lulus ujian masuk universitas. Ketika hasil ujian masuk diumumkan, Salgy menangis bahagia karena kerja kerasnya telah membuahkan hasil. Keluarga Salgy yang mengetahui hasil kelulusannya juga ikut menangis bahagia.

Baca Juga

"Itu adalah momen ketika saya merasa, seseorang telah memberikan seluruh dunia kepada saya. Ibu saya menangis karena bahagia dan saya menangis bersamanya," kata Salgy.

Namun perasaan bahagia Salgy, segera berubah menjadi kekhawatiran ketika mengingat situasi Afghanistan sejak kembali jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus lalu. Salgy mengatakan, saat ini dia dihadapkan dengan ketidakpastian terhadap masa depannya.

"Kami dihadapkan dengan masa depan yang sangat tidak pasti, memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya pikir saya adalah orang yang paling beruntung dan paling sial," kata Salgy kepada Reuters. 

Baca juga : Pemimpin Taliban Akhundzada Berada di Kandahar

Seorang anggota kantor politik Taliban di Doha, Ammar Yasir, secara pribadi mengucapkan selamat kepada Salgy yang telah menempati posisi puncak dalam ujian masuk universitas. Melalui media sosial, Yasir juga mengucapkan selamat kepada Salgy yang diterima di sekolah kedokteran. Salgy tetap ingin mewujudkan mimpinya menjadi seorang dokter, meskipun kini hidupnya berada di tengah ketidakpastian.

"Jika Taliban mengizinkan anak perempuan mengakses pendidikan tinggi dan tidak ada hambatan, maka itu bagus. Jika tidak, seluruh hidup saya akan terancam," kata Salgy.

Hampir dua pertiga warga Afghanistan berusia di bawah 25 tahun, dan mereka  tidak dapat mengingat Taliban yang memerintah Afghanistan pada 1996 hingga digulingkan oleh milisi yang didukung Barat pada 2001. Ketika itu, Taliban memberlakukan interpretasi yang ketat terhadap hukum Islam. Mereka melarang anak perempuan untuk bersekolah, tidak mengizinkan perempaun untuk bekerja, dan melakukan eksekusi di depan umum.  Sejak 2001, gerilyawan Taliban melakukan pemberontakan yang menewaskan ribuan warga Afghanistan.

Generasi Z Afghanistan lahir pada dekade sekitar pergantian milenium. Mereka terbiasa tumbuh dengan budaya modern. Mereka memiliki ponsel, mendengarkan musik pop, dan dapat dengan bebas pergi ke sekolah serta bekerja. Namun sekarang, Generasi Z khawatir kehidupan mereka akan terenggut di bawah pemerintahan Taliban.

"Saya membuat rencana besar, saya memiliki semua tujuan jangka panjang hingga 10 tahun ke depan," kata Sosan Nabi, yang berusia 21 tahun. "Kami memiliki harapan untuk hidup, harapan untuk perubahan. Tetapi hanya dalam satu minggu, mereka mengambil alih negara dan dalam 24 jam mereka mengambil semua harapan kami, semua mimpi direnggut dari depan mata kami," ujarnya.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement