Selasa 24 Aug 2021 18:36 WIB

Saudi Sepakati Perjanjian Kerja Sama Militer dengan Rusia

Peningkatan impor senjata oleh Saudi disebut untuk menyokong operasi di Yaman.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) bersama Raja Salman dari Arab Saudi/
Foto: Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) bersama Raja Salman dari Arab Saudi/

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khalid bin Salman melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin pada Senin (23/8). Pada kesempatan itu, mereka menandatangani perjanjian untuk meningkatkan kerja sama militer.

"Saya menandatangani perjanjian hari ini dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Kolonel Jenderal Alexander Fomin antara Kerajaan dan Federasi Rusia yang bertujuan untuk mengembangkan kerja sama militer bersama antara kedua negara," kata Pangeran Khalid lewat akun Twitter-nya, dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Sebelum bertemu Fomin, Pangeran Khalid terlebih dulu melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu. Selain kerja sama militer, mereka turut membahas beberapa isu kawasan. “Kami membahas upaya bersama kami untuk menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan, serta meninjau tantangan bersama yang dihadapi bersama negara kami,” ujar Pangeran Khalid.

The Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pernah merilis data tentang ekspor-impor persenjataan secara global dalam kurun lima tahun terakhir, yakni antara 2013 hingga 2017. Data tersebut menunjukkan Timur Tengah menjadi pasar utama penjualan senjata oleh Amerika Serikat (AS) dan Eropa.  

Berdasarkan data SIPRI, senjata-senjata produksi AS telah dikirim ke 98 negara. Namun sebagian besar pasokan senjatanya dikirim ke Timur Tengah yang masih dibekap konflik. SIPRI mengatakan Timur Tengah menyumbang 32 persen impor senjata secara global.

Antara tahun 2013 hingga 2017, impor senjata ke Timur Tengah telah naik berlipat ganda. Selain AS, Inggris dan Prancis juga menjadi pemasok persenjataan ke wilayah tersebut. Adapun negara yang menjadi pelanggan utama ketiga negara tadi adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir.

Berdasarkan laporan SIPRI, peningkatan impor senjata oleh Saudi dilakukan untuk menyokong kepentingan militernya di Yaman. Saudi telah memulai intervensi militer di negara tersebut sejak 2015. Tujuan dari operasi militer Saudi di Yaman adalah menumpas kelompok Houthi yang didukung Iran. Pertempuran koalisi militer yang dipimpin Saudi dengan Houthi telah menyebabkan Yaman didera krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement