Kamis 19 Aug 2021 08:10 WIB

IMF tak akan Kasih Pendanaan untuk Afghanistan

Western Union juga telah menangguhkan layanan pengiriman uang ke Afghanistan.

Rep: Idealisa Masyrafina, Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Logo Dana Moneter Internasional (IMF) di luar kantor pusatnya di Washington, DC, AS, 14 Oktober 2020. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa Afghanistan tidak akan lagi dapat mengakses sumber pendanaan IMF.
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Logo Dana Moneter Internasional (IMF) di luar kantor pusatnya di Washington, DC, AS, 14 Oktober 2020. Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa Afghanistan tidak akan lagi dapat mengakses sumber pendanaan IMF.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa Afghanistan tidak akan lagi dapat mengakses sumber pendanaan IMF. Langkah itu menyusul pengambilalihan Taliban atas negara itu akhir pekan lalu.

Seorang juru bicara IMF mengatakan hal ini terjadi karena kurangnya kejelasan dalam masyarakat internasional atas pengakuan pemerintah di Afghanistan.

Pada 23 Agustus ini, IMF berencana menyuntikkan dana lebih dari 370 juta dolar AS (Rp 5,32 triliun) untuk Afghanistan. Dana ini merupakan bagian dari respon IMF terhadap krisis ekonomi global.

"Seperti biasa, IMF dipandu oleh pandangan masyarakat internasional," tambah juru bicara itu, dilansir di BBC, Kamis (19/8).

Itu terjadi setelah seorang pejabat dari pemerintahan Biden mengatakan kepada BBC bahwa aset bank sentral apa pun yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan tersedia untuk Taliban.

Dalam sebuah surat kepada Menteri Keuangan AS Janet Yellen, anggota Kongres menyerukan jaminan bahwa Taliban tidak akan menerima bantuan yang didukung AS.

Baca juga : Hutama Karya Bantah Angkat Ricky Harun Sebagai Komisaris

Sebelumnya, kepala bank sentral Afghanistan mengatakan AS telah memutus akses ke asetnya yakni sekitar 7 miliar dolar AS (Rp 100,8 triliun) di antaranya disimpan di Federal Reserve AS.

Ajmal Ahmady, yang terpaksa meninggalkan negara itu pada akhir pekan, mencuit bahwa total cadangan Da Afghanistan Bank sekitar 9 miliar dolar AS (Rp 129,6 triliun) pada minggu lalu. Namun dia mengatakan sesuai standar internasional, sebagian besar disimpan dalam aset yang aman dan likuid seperti obligasi Treasury AS dan emas di luar negeri.

"Mengingat bahwa Taliban masih dalam daftar sanksi internasional, diharapkan (dikonfirmasi?) bahwa aset tersebut akan dibekukan dan tidak dapat diakses oleh Taliban," kata Ahmady.

"Kami dapat mengatakan bahwa dana yang dapat diakses oleh Taliban mungkin 0,1-0,2 persen dari total cadangan internasional Afghanistan. Tidak banyak," katanya.

Ahmady menambahkan bahwa pengiriman dolar fisik yang ditangguhkan Washington menyebabkan mata uang Afghanistan terdepresiasi. Mata uang Afghanistan, Afghani, telah jatuh ke rekor terendah.

"Saya percaya bank lokal telah memberi tahu pelanggan bahwa mereka tidak dapat mengembalikan dolar mereka karena [Bank Da Afghanistan] belum memasok bank dengan dolar AS," cuitnya.

"Ini benar. Bukan karena dana telah dicuri atau disimpan di lemari besi, tetapi karena semua dolar ada di rekening internasional yang telah dibekukan," tambahnya.

Pada bulan Juni, IMF memberikan Afghanistan angsuran pinjaman terbaru yang telah disetujui pada bulan November. Pada bulan yang sama, PBB menerbitkan sebuah laporan yang menyatakan bahwa sumber utama pendanaan Taliban berasal dari kegiatan kriminal, termasuk perdagangan narkoba dan produksi opium, pemerasan, penculikan untuk tebusan, eksploitasi mineral dan pendapatan dari pengumpulan pajak di daerah-daerah di bawah kendali atau pengaruh Taliban.

Bank Dunia juga mendanai banyak proyek pembangunan di negara itu dan telah memberi Afghanistan pendanaan sebesar 5,3 miliar dolar AS sejak 2002. 

Raksasa pengiriman uang independen Western Union juga telah menangguhkan layanan pengiriman uang ke Afghanistan sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Baca juga : Anak Jadi Yatim Piatu Sebelum Wafatnya Ayah dan Ibu

IMF telah mengambil langkah serupa terhadap rezim lain yang tidak diakui oleh mayoritas anggotanya. Ini terjadi pada April 2019 ketika akses SDR diblokir setelah lebih dari 50 negara anggota menolak mengakui Presiden Nicolas Maduro sebagai pemimpin sah Venezuela. IMF juga menghentikan pembayaran ke Myanmar setelah junta militer mengambil alih kendali.

Pada hari Senin, IMF akan menyelesaikan alokasi SDR senilai 650 miliar dolar AS untuk 190 negara anggotanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement