Selasa 17 Aug 2021 05:03 WIB

Siapa Pengerah Massa di Gedung Proklamasi Pada 17/8/45?

Peran tokoh Islam Betawi dalam pengerahan masa di Proklamasi

Suasana proklamasi kemerdekaan di rumah Sukarno pegangsaan timur 56.
Foto: dok. Istimewa
Suasana proklamasi kemerdekaan di rumah Sukarno pegangsaan timur 56.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.

Hari ini hari kemerdekaan RI. Tentu banyak pertanyaan soal suasana di sekitar hari itu pada saat tersebut.

Awalnya, rencana waktu proklamasi dilakukan ada tengah malam tanggal 16 Agustus 1945. Tapi keputusan ini berubah dari yang semula, hanya beberapa jam sebelumnya.

Semula diputuskan proklamasi akan dilakukan di lapangan Ikada lalu dipindahkan ke rumah Bung Karno di Jl Pegangssan Timur,  yg hadiah dari saudagar keturunan Arab Martak. Maka waktu dan kondisi  jadi mengecil untuk mengerahkan massa.

Keduda, kala itu ada seribuan massa yang hadir saat proklamasi berpakaian rapih putih bersih. Ini membantah spekulasi penulis Kertapati bahwa massa itu berasal dari tukang sayur Pasar Senen.

Lalu siapa siapa pengerah massanya? Orang melupakan peran Walikota Zaman Jepang yang bernama Dahlan Abdullah yang rumhnya saat itu persis bersebelahan dengan bioskop Megaria sekarag.

Dahlan sendiri hadir saat proklamasi. Kemudian ia anggota Komite  Nadional Indonesia Pusat. Para founding fathers mempercayai Dahlan. Ia pun cukup dikenal punya massa Jakarta. Dialah yang membangun kawasan Manggarai. Namanya memang tak disebut sebut dan ini dapat dipahami karen ia hanya seorang walikota.

Selain Dahlan? Ada juga sosok lainnya. Dia itu adalah Ali Alhamidi anak Betawi dari kampung Matraman Dalam. 

Senua tahu, 17 Agustus 1945 jatuh pada bulan puasa. Alhamidi kemdian merancang shalat Ied di halaman gedung Proklamasi. Imam dan khatib dirancang M. Natsir yang berdiam di Bandung. Karenanya itulah Natsir tak bisa hadir saat proklamasi.

Satu-satunya tokoh Islam yang hadir adalah Mr Ahmad Subardjo. Dan ketika tiba saatnya melakukan shalat Ied Natsir pun berhalangan hadir. Ini agaknya perjalanan dengan kereta api saat itu tak bisa diharap. Maka Alhamidi yang kemudian jadi imam dan khatib di halam rumah Bung Karo itu. Shalat Ied juga diikuti Bung Karno dan Bung Hatta.

Saya semat bertamu ke rumah Alhamidi di bilangan Matraman Dalam sekitar tahun 1980-an. Ia bicara serius sebentar saja, selebihnya ia sampaikan kisah-kisah humor. Wah, ini sih khas orang Betawi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement