Senin 16 Aug 2021 12:54 WIB

Jejak Ashraf Ghani, Presiden Afghan Berakhir oleh Taliban

Ghani meninggalkan negaranya tanpa mengatakan ke mana akan pergi.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
Foto: AP/Alex Brandon
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pada Ahad (15/8) telah meninggalkan istana kepresidenan di ibu kota Kabul.  Taliban dengan mudah melengserkan kekuasaannya dalam waktu beberapa pekan.

Ghani meninggalkan negaranya tanpa mengatakan kemana akan pergi. Aljazirah melaporkan dia telah terbang ke Uzbekistan."Untuk menghindari pertumpahan darah, saya pikir lebih baik pergi," kata dia.

Baca Juga

Ghani pertama kali menjabat sebagai presiden pada 2014 menggantikan Hamid Karzai yang memimpin Afghanistan setelah invasi pasukan sekutu pimpinan AS pada 2001.Dia mengawasi penyelesaian misi tempur AS, penarikan pasukan asing yang hampir selesai dari Afghanistan, dan proses perdamaian yang kacau dengan pemberontak Taliban.

Ghani berupaya mengakhiri perang puluhan tahun sebagai prioritas meski gerilyawan Taliban terus menyerang pemerintahan dan pasukan keamanan. Dia memulai pembicaraan damai dengan mereka di ibu kota Qatar, Doha, pada 2020.

Namun negara lain merasa frustrasi dengan lambatnya kemajuan pembicaraan itu dan pada reaksi Ghani yang makin tajam. Seruan untuk membentuk pemerintah sementara pun makin meningkat.

Selama menjabat, dia telah mengangkat kaum muda dan berpendidikan untuk memimpin posisi yang dulu dijabat oleh sekumpulan figur elite dan jaringan patronasi.

Baca juga : Taliban Kuasai Kabul, Presiden Ghani Lari ke Tajikistan

Ghani berjanji memerangi korupsi yang merajalela, membenahi ekonomi yang rusak, dan menjadikan Afghanistan penghubung perdagangan regional antara Asia Tengah dan Selatan. Namun, dia tak mampu memenuhi sebagian besar janjinya.

Jalan Panjang

Ghani merupakan ahli antropologi didikan AS berusia 72 tahun yang menempuh program doktor di Universitas Columbia, New York. Dia pernah dinobatkan sebagai salah satu dari "100 Pemikir Global Teratas di Dunia" oleh majalah Foreign Policy pada 2010.

Jalan menuju kursi presiden diperjuangkannya dengan berat.Dia menghabiskan hampir seperempat abad hidupnya di luar negeri selama beberapa dekade kekuasaan Soviet yang bergejolak, perang saudara, dan tahun-tahun Taliban berkuasa.

Selama periode itu dia bekerja sebagai pengajar di AS, lalu pindah ke Bank Dunia dan badan-badan PBB di Asia Timur dan Selatan.Beberapa bulan setelah pasukan asing pimpinan AS menginvasi Afghanistan dia mundur dari pekerjaannya dan kembali ke Kabul untuk menjadi penasihat senior Karzai yang baru ditunjuk menjadi presiden.

Baca juga : Kado HUT ke-76 RI dari Sirkuit Mandalika

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement