Jumat 06 Aug 2021 14:56 WIB

Jaga Kesegaran Buah dan Sayur dengan Teknologi Coating

Dengan adanya teknologi coating, resiko food loss dan food waste dapat dikurangi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pembangunan hortikultura dilakukan guna meningkatkan daya saing produksi, produktivitas, akses pasar, logistik didukung sistem pertanian modern yang ramah lingkungan. Sekaligus dorong peningkatan nilai tambah produk untuk kesejahteraan petani.

Upaya pencapaian ini dilakukan dengan tiga strategi meliputi pengembangan kampung hortikultura, penumbuhan UMKM serta digitalisasi hortikultura. Pada 2021 ini, Kementerian Pertanian menargetkan penumbuhan 200 UMKM hortikultura.

Baca Juga

“Guna mewujudkan hal tersebut, sesuai arahan Menteri Pertanian menginstruksikan agar bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat harus tetap berjalan sekalipun di masa pandemi Covid-19. Peserta bimtek juga terjalin jejaring bisnis antar peserta khususnya produk hortikultura. Untuk itu informasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha hortikultura terkait teknologi coating dan pengemasan dilakukan untuk mendukung upaya tersebut,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam webinar bertajuk Mendongkrak Bisnis Hortikultura Segar Melalui Teknologi Coating dan Pengemasan, beberapa waktu lalu.

Virtual literacy yang menyedot 2.800 peserta via Zoom Meet dan YouTube ini, disadari oleh kenyataan bahwa masyarakat menyukai produk yang selalu fresh dan mempunyai penampilan yang menarik. Kesegaran produk menjadi poin penting khususnya produk buah dan sayur. Dengan tampilan yang segar, konsumen dapat merasakan kenikmatan buah matang pohon dengan kesegaran yang hampir sama saat buah baru dipetik.

“Dengan kesegaran yang bertahan lama, pedagang buah dan sayur dapat memperluas pasar penjualnya, tidak hanya di dalam pulau tapi bisa sampai ke luar pulau. Menggunakan suhu dingin, bahkan bisa mencapai ekspor,” terang Prihasto, dalam siaran pers, Jumat (6/8).

Produk hortikultura memiliki beberapa tantangan tersendiri di antaranya inkonsistensi aspek mutu produk dan supply, minim sentuhan teknologi dan biaya logistik yang mahal. “Belum termasuk diplomasi perdagangan internasional lemah dan produk yang belum didesain mengacu permintaan pasar,” lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement