Selasa 03 Aug 2021 23:19 WIB

Menkeu Soroti Investasi Bodong Meluas Akibat Minim Literasi

Menkeu Sri Mulyani meminta inklusi dan literasi diperdalam

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inklusi dan literasi keuangan perlu diperdalam agar masyarakat tidak mudah terjebak pada iming-iming investasi bodong.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inklusi dan literasi keuangan perlu diperdalam agar masyarakat tidak mudah terjebak pada iming-iming investasi bodong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menyebut indeks inklusi keuangan masih rendah hanya 76,2 persen dan tingkat literasi keuangan juga rendah sebesar 38 persen. Padahal pemerintah menargetkan indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2024 mencapai 90 persen. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan inklusi dan literasi keuangan perlu diperdalam agar masyarakat tidak mudah terjebak pada iming-iming investasi bodong.

“Kalau masyarakat makin terliterasi dari sisi keuangan maka mereka akan makin memiliki pemahaman yang bisa menentukan dan juga menjaga kesejahteraan maupun aset yang mereka miliki. Mereka tidak akan mudah diiming-imingi oleh instrumen yang kelihatannya sangat menarik meyakinkan, namun sebenarnya sangat berbahaya,” ujarnya saat acara Virtual Opening Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like IT), Selasa (3/8).

Menurutnya saat ini investasi bodong sangat marak beredar di tengah masyarakat. Oknum-oknum investasi bodong tersebut mencoba menipu masyarakat dengan menawarkan investasi yang memiliki imbal hasil sangat tinggi. 

 

“Ini yang sering terjadi. Masyarakat diberikan janji-janji iming-iming entah dalam bentuk rate of return atau yang lain dan ternyata uangnya hilang dan itu adalah merupakan kejahatan,” ungkapnya.

Dari sisi lain, Sri Mulyani menyebut saat ini inklusi keuangan nasional terpusat pada sektor perbankan. Akibatnya ketika sektor ini terganggu maka, menimbulkan kemandekan dalam perputaran roda ekonomi.

“Masa pandemi Covid-19, perbankan tengah disibukkan melakukan restrukturisasi kredit para debiturnya, sehingga membutuhkan pencadangan dana yang tidak sedikit. Meskipun likuiditas perbankan memadai, namun aspek kehati-hatian membuat penyaluran kredit juga masih terbatas di tengah ketidakpastian saat ini,” ungkapnya.

Maka itu, pemerintah ingin meningkatkan inklusi dan literasi keuangan agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih luas dalam menentukan, mengelola dan menjaga aset yang dimiliki. Hal ini juga sekaligus untuk menghindari masyarakat dari instrumen investasi yang menarik tapi beresiko kehilangan aset yang dimiliki masyarakat.

"Jadi masyarakat tidak mudah diiming-imingi oleh produk investasi yang berpotensi kehilangan uangnya, karena ini kejahatan," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement