Selasa 03 Aug 2021 10:21 WIB

IHSG Dibuka Naik Ditopang Saham Perbankan

IHSG dibuka menguat ke level 6.107,99.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Refleksi karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi).  Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatatkan pelaksanaan penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dengan total nilai Rp35,7 triliun dari 16 perusahaan tercatat hingga periode Juli 2021.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Refleksi karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatatkan pelaksanaan penambahan modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dengan total nilai Rp35,7 triliun dari 16 perusahaan tercatat hingga periode Juli 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona hijau pada perdagangan hari ini, Selasa (3/8). IHSG dibuka menguat ke level 6.107,99 melanjutkan kenaikan perdagangan sebelumnya yang ditutup naik sebesar 0,44 persen. 

Kenaikan IHSG pagi ini ditopang saham-saham perbankan serta operator telekomunikasi dan menara. Beberapa saham yang menopang pergerakan IHSG pagi ini yaitu BBCA, BBYB, BGTG, FREN, hingga TOWR.

Kepala riset Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi, memperkirakan, pergerakan IHSG hari ini akan cenderung mengalami penurunan. "IHSG berpotensi melemah mengiringi potensi pelemahan indeks saham regional dan global," kata Lanjar, Selasa (3/8).

Menurut Lanjar, bursa Asia berpotensi tertekan pada hari ini setelah ekuitas AS berbalik terkoreksi pada perdagangan semalam. Nikkei 225 terkoreksi 0,82 persen diikuti Stratit Times yang melemah 1,00 persen, dan Hang Seng jatuh 1,56 persen.

Selain itu, imbal hasil treasury jatuh dan harga minyak turun di tengah kekhawatiran pemulihan ekonomi dari pandemi. Investor melihat pemulihan ekonomi kehilangan momentum akibat gelombang lanjutan Covid-19. 

Minyak jatuh paling dalam dalam dua pekan karena virus merusak prospek konsumsi, termasuk di China. Laporan ekonomi China juga menunjukkan perlambatan dari ekspansi puncak pada indeks PMI Manufaktur. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement