Senin 02 Aug 2021 11:46 WIB

Menkes Iran Usulkan Lockdown Selama Dua Pekan

Lockdown di seluruh Iran akan menjadi tantangan bagi otoritas Iran

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Ulama berjalan di kota suci Qom, selatan ibu kota Teheran, Iran, Selasa, 13 April 2021. Lockdown di seluruh Iran akan menjadi tantangan bagi otoritas Iran.
Foto: AP/Vahid Salemi
Ulama berjalan di kota suci Qom, selatan ibu kota Teheran, Iran, Selasa, 13 April 2021. Lockdown di seluruh Iran akan menjadi tantangan bagi otoritas Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri kesehatan Iran menyerukan lockdown (karantina wilayah) selama dua pekan. Saeed Namaki akan mengerahkan angkatan bersenjata dan penegak hukum untuk mengawasi lockdown untuk mengekang peningkatan kasus Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan.

Namaki menyampaikan usulannya tersebut dalam sebuah surat kepada Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei yang juga dipublikasikan secara luas oleh media Iran pada Ahad (1/8). Namaki kemungkinan akan diganti setelah Ebrahim Raisi dilantik sebagai presiden pada Kamis (5/8) mendatang.

Baca Juga

 

“Tekanannya sangat tinggi sehingga saya khawatir bahkan rencana ini tidak akan cukup, kecuali kita mengurangi beban eksponensial penyakit melalui tindakan pencegahan cepat dan meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan,” ujar Namaki dalam suratnya dilansir Aljazirah, Senin (2/8).

Namaki mengatakan gelombang kelima infeksi virus corona didominasi oleh varian Delta. Gelombang pandemi kali ini bisa menjadi bencana lebih besar jika pemerintah tidak segera melakukan tindakan pencegahan. Dia juga memperingatkan varian Delta yang memiliki tingkat penyebaran lebih cepat dapat membuat sistem kesehatan negara runtuh.

“Meskipun mereka divaksinasi, rekan kerja saya semua jatuh sakit karena tidak bisa tidur dan stres,” kata Namaki.

Kepala 65 universitas dan fakultas kedokteran di Iran juga menyerukan hal serupa. Desakan untuk memberlakukan lockdown disampaikan dalam sepucuk surat kepada Presiden Hassan Rouhani pekan lalu.

Iran mencatat lebih dari 3,9 juta kasus Covid-19 sejak Februari 2020, dengan kematian dari 91 ribu orang. Kementerian Kesehatan mengatakan 366 orang Iran meninggal akibat Covid-19 pada Ahad (1/8). Jumlah kematian mengalami kenaikan 38 persen dari pekan sebelumnya.

Sementara, Iran mencatat lebih dari 32.500 kasus baru pada Ahad. Jumlah ini mengalami kenaikan 32 persen dari pekan sebelumnya.

Iran telah memberlakukan lockdown dan penutupan di seluruh negeri sejak pandemi dimulai, tetapi sebagian besar telah diberlakukan secara longgar. Pemerintah menempatkan ibu kota Teheran dan negara tetangga, Alborz, di bawah karantina total selama enam hari pada akhir Juli.

Akan tetapi sebagian besar karantina dianggap tidak berguna. Hampir seluruh bisnis masih berjalan dan terjadi pelanggaran pembatasan perjalanan di tengah rendahnya penegakan protokol.

Situasi pandemi Covid-19 di Iran menjadi jauh lebih buruk sejak itu. Namun pejabat kesehatan mengatakan gelombang infeksi kelima belum mencapai puncaknya.

Juru bicara satuan tugas anti-virus corona nasional, Alireza Raisi, mengatakan saat ini penyebaran varian Delta telah melanda 29 dari 31 provinsi di Iran. Hal ini menyebabkan tempat tidur rumah sakit terisi dengan cepat.

Ratusan kota di seluruh Iran saat ini berada dalam zona merah yang berarti menunjukkan tingkat keparahan wabah. Raisi juga menyebut kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang mengharuskan penggunaan masker dan menjaga jarak telah turun menjadi di bawah 40 persen.

Menerapkan lockdown selama dua pekan di seluruh Iran akan menjadi tantangan bagi otoritas Iran. Karena mereka berada di bawah tekanan ekonomi yang sangat besar akibat sanksi Amerika Serikat dan salah urus negara selama beberapa dekade.

Ekonomi Iran mengalami inflasi lebih dari 40 persen dan angka pengangguran yang tinggi. Oleh karena itu, sangat sulit bagi Iran untul menutup pergerakan bisnis ketika penguncian diberlakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement