Senin 02 Aug 2021 05:15 WIB

Detik-Detik Menjelang Meninggalnya Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi yang sukses.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Umar bin Khattab menuntun unta yang ditunggangi pemantunya saat masuk ke Yerusalem (ilustrasi).
Foto: google.com
Umar bin Khattab menuntun unta yang ditunggangi pemantunya saat masuk ke Yerusalem (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang sukses memimpin umat Islam dan membebaskan banyak wilayah di luar Jazirah Arab. Oleh karena itu, banyak pihak yang membencinya dan mencoba membunuhnya.

Umar adalah sosok yang enggan dikawal atau dijaga oleh pasukan. Pakar Tafsir Alquran Indonesia M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya berjudul Kematian Adalah Nikmat, pada suatu pagi, Umar keluar rumah, berkeliling sambil membangunkan kaum Muslim untuk melaksanakan sholat Subuh. Karena dia yang akan menjadi imam, dia berharap agar jamaah dapat meluruskan shafnya sebelum menghadap Allah.

Baca Juga

Namun, tiba-tiba seorang pembunuh yang menaruh dendam pada Umar menikamnya dua kali. Dia menyerang bahu dan menusuk pinggang Umar. Ada riwayat yang menyebut Umar mendapat tiga tikaman dan yang ketiga menyerang pusarnya.

Tikaman-tikaman tersebut tidak mengalahkan semangat Umar untuk melaksanakan sholat. Bahkan, dia menolak untuk menunda sholat. Dia mencari Abdurrahman bin ‘Auf untuk mengganti dirinya menjadi imam. Dengan darah bercucuran, ia melaksanakan sholat Subuh dengan keadaan yang sangat sakit.

 

Setelah shalat, ia berpesan kepada Ibnu Abbas untuk mencari tahu siapa orang yang menikamnya. Beberapa waktu kemudian, Ibnu Abbas datang dan menyampaikan orang yang menikamnya adalah Fairuz Abu Lu’lu’ah, bekas tawanan Persia.

Saat itu juga, ahli medis datang untuk menyembuhkan luka yang masih bercucuran darah. Umar disuguhi perahan kurma yang berwarna merah dan susu. Karena lukanya sudah semakin parah dan sudah menghadapi maut, Umar segera membentuk panitia syura untuk menetapkan khalifah selanjutnya.

Setelah itu, ia mulai menyelesaikan urusan pribadinya, seperti utang-utangnya. Dia juga berpesan kepada anaknya Abdullah agar menyampaikan kepada Aisyah untuk meminta izin jasadnya dimakamkan bersama kedua sahabatnya, yaitu Nabi Muhammad dan Abu Bakar.

Ketika tahu kabar itu, Aisyah mengizinkannya. Dia mengatakan “Aku tadinya berharap dikuburkan di samping Rasulullah. Tapi untuk Umar, maka aku dahulukan dia atas diriku.”

Mengetahui ia mendapat izin dimakamkan di samping makam Rasulullah, ia memuji Allah sambil mengucapkan “Tidak ada sesuatu yang lebih penting dariku melebihi itu.” 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement