Ahad 01 Aug 2021 08:56 WIB

AS Prihatin Spyware Israel Digunakan untuk Menyadap Pejabat

Spyware Pegasus buatan perusahaan Israel menyadap puluhan ribu nomor ponsel

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Pegasus, perangkat mata-mata buatan Israel
Foto: Republika
Pegasus, perangkat mata-mata buatan Israel

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah menyampaikan keprihatinan kepada Israel, tentang aplikasi spionase atau spyware buatan Israel yang telah digunakan untuk memata-matai aktivis hak asasi, jurnalis, dan politisi. Pemerintahan Presiden Joe Biden menyampaikan keprihatinan secara langsung kepada para pejabat Israel, setelah Tel Aviv memberikan lisensi kepada NSO Group untuk mengekspor spyware Pegasus ke pemerintah asing.

Spyware buatan NSO Group telah ditautkan ke daftar puluhan ribu nomor ponsel termasuk nomor para aktivis, jurnalis, eksekutif bisnis, dan politisi di seluruh dunia. Spyware itu mampu menyalakan kamera atau mikrofon ponsel dan mengambil datanya. 

Baca Juga

Spyware itu pertama kali muncul dalam laporan media pada 2016, ketika para peneliti menuduhnya membantu memata-matai seorang pembangkang di Uni Emirat Arab. Profil tinggi lainnya yang menjdi target mata-mata termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan.

Ajudan utama Presiden AS Joe Biden di Timur Tengah, Brett McGurk, bertemu dengan seorang pejabat senior pertahanan Israel, Zohar Palti di Gedung Putih pada Kamis lalu. Axios yang mengutip pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya melaporkan, McGurk dan pejabat senior Israel membahas kontroversi spyware Pegasus.

Palti dilaporkan berusaha meyakinkan McGurk bahwa, Tel Aviv menangani masalah ini dengan sangat serius. Israel sedang meninjau apakah ada pelanggaran terhadap lisensi ekspor, dan akan melakukan perubahan pada peraturan ekspor jika diperlukan. Pertemuan itu terjadi di tengah meningkatnya tekanan di Kongres agar pemerintahan Biden memberi sanksi kepada kelompok NSO.

"Perusahaan swasta tidak boleh menjual alat intrusi siber yang canggih di pasar terbuka, dan Amerika Serikat harus bekerja dengan sekutunya untuk mengatur perdagangan ini. Perusahaan yang menjual alat yang sangat sensitif seperti itu kepada kediktatoran adalah AQ Khan dari dunia siber," ujar anggota Kongres AS Tom Malinowski, Katie Porter, Joaquin Castro dan Anna Eshoo mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama, dilansir Middle East Monitor, Ahad (1/8).

Para anggota Kongres AS tersebut mengatakan, penyangkalan NSO Group tidak kredibel, dan menunjukkan pengabaian arogan terhadap kekhawatiran yang diungkapkan oleh pejabat negara, aktivis hak asasi manusia, jurnalis, dan pakar keamanan siber. 

"Pemerintah otoriter yang membeli spyware dari perusahaan swasta tidak dapat membedakan antara terorisme dan perdamaian," ujar pernyataan anggota Kongres AS tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement