Kamis 29 Jul 2021 22:29 WIB

KPK Lanjukan Penyidikan Eks Pejabat Ditjen Pajak

KPK lanjutkan penyidikan eks pejabat Ditjen Pajak setelah praperadilan ditolak

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan terus melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi di Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak. Hal tersebut menyusul telah ditolaknya permohonan praperadilan tersangka Angin Prayitno Aji (APA) dalam kasus tersebut.

"Proses penyidikan perkara ini akan terus dilakukan dengan melengkapi bukti baik keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (29/7).

Baca Juga

KPK mengaku mengapresiasi putusan hakim yang menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan tersangka Angin Prayitno Aji. Dalam amar putusan, terdapat sejumlah pertimbangan hakim sehingga menolak permohonan praperdilan yang diajukan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 itu.

Di antaranya yang berkaitan dengan sah tidaknya penetapan tersangka dan terkait benda-benda yang disita. Hakim menyatakan penyidik telah melakukan pemanggilan kepada Angin sebagai calon tersangka dan meminta keterangannya yang kemudian dituangkan ke Berita Acara Permintaan Keterangan.

Seluruh rangkaian tindakan penyelidikan ini juga dilaporkan kepada pimpinan berdasarkan bukti yang ada. KPK juga dinilai telah melakukan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dengan mengumpulkan bukti berjumlah lebih dari dua alat bukti.

Hakim juga menilai penyitaan telah diizinkan oleh Dewan Pengawas KPK dan dituangkan dalam berita acara yang juga ditandatangani Angin beserta surat tanda penerimaan barang bukti. Artinya, hakim menegaskan penyitaan yang dilakukan penyidik komisi antirasuah sudah berdasarkan aturan hukum yang ada.

"Menimbang berdasarkan pertimbangan pertimbangan di atas, maka alasan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah tidak berdasar menurut hukum oleh karenanya patut ditolak untuk seluruhnya," kata hakim.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan enam tersangka terkait kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak kementerian keuangan. Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi dan data serta ditemukan bukti permulaan yang cukup.

KPK mentersangkakan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji; Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani (DR) tiga orang Konsultan Pajak yakni Ryan Ahmad Ronas (RAR) Aulia Imran Maghribi (AIM) dan Agus Susetyo (AS) serta kuasa wajib pajak Veronika Lindawati (VL).

Perkara bermula saat AP dan DR diduga menyetujui, memerintahkan dan mengakomodir jumlah kewajiban pembayaran pajak yang disesuaikan dengan keinginan dari wajib pajak atau pihak yang mewakili wajib pajak. Dia mengatakan, pemeriksaan perpajakan juga tidak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Selanjutnya, AP bersama DR diduga melakukan pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia untuk tahun pajak 2016 dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Terkait hasil pemeriksaan pajak untuk tiga wajib pajak dimaksud, AP bersama-sama dengan DR diduga telah menerima sejumlah uang. Aliran dana tersebut mereka terima Rp 15 miliar diserahkan oleh RAR dan AIM sebagai perwakilan PT GMP pada Januari-Februari 2018.

Pembayaran selanjutnya dilakukan pada pertengahan 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh VL sebagai perwakilan PT Bank Panin dari total komitmen sebesar Rp 25 Miliar. Kurun waktu bulan Juli-September 2019 sebesar total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh AS sebagai perwakilan PT JB.

Tersangka APA diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement