Kamis 29 Jul 2021 22:16 WIB

Moeldoko Vs ICW: Joanina, Saham di Noorpay, dan Ivermectin

KSP Moeldoko mensomasi dan mengancam melaporkan ICW ke pihak berwajib.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko membantah tudingan Indonesia Coruption Watch (ICW) yang menyebutkan keterlibatannya dalam persoalan perederan Ivermectin dan keterlibatan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dalam bisnis ekspor beras. Otto Hasibuan yang menjadi kuasa hukum Moeldoko mensomasi ICW agar mencabut tudingan tersebut.

Baca Juga

"Kalau dalam 1x24 jam sejak press release ini kami sampaikan, ICW dan saudara Egi tidak membuktikan tuduhannya dan tidak mau mencabut pernyataannya, dan tidak bersedia minta maaf kepada klien kami secara terbuka, maka dengan sangat menyesal kami akan melaporkan kasus ini kepada yang berwajib," kata Otto dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Kamis (29/7).

Otto mendesak ICW untuk membuktikan tudingan yang disampaikan peneliti ICW, Egi Primayoga tersebut. Apabila Egi tidak dapat membuktikan pernyataannya, maka Otto mendesak agar ICW mencabut pernyataan tersebut dan meminta maaf di media massa.

"Jadi di sini kita berikan kesempatan. Buktikan dulu, ICW, saudara Egi buktikan, mana bukti kapan Pak Moeldoko atau HKTI bekerja sama dengan Noorpay melakukan ekspor beras? Kapan? Kalau ada bukti buka saja di publik," ungkapnya.

Otto juga membantah bahwa kliennya sejak lama gencar mempromosikan Ivermectin. Ia pun mempertanyakan bukti Moeldoko mempromosikan Ivermectin.

"Saya kira tidak ada fakta bahwa Pak Moeldoko itu mempromosikan Ivermectin. Itu kan hanya yang disampaikan orang, di mana bukti-bukti bahwa Pak Moeldoko mempromosikan Ivermectin?" kata Otto.

"Jadi mempromosikan ini dalam artian mana? Apakah pernah ada di iklan mempromosikan ‘pakailah Ivermectin’. 'minumlah Ivermectin'. Itu kan tidak pernah begitu. Jadi ini perlu kita bicarakan betul-betul kriteria mempromosikan kayak apa. Jadi jangan dikait-kaitkan begitu," ujar Otto, menambahkan.

Dirinya menjelaskan Ivermectin adalah produk PT Hansen dan Indofarma. Ia menegaskan, bahwa Moeldoko tidak ada kaitannya dengan PT Harsen.

"Tidak ada hubungan hukumnya, tidak juga dengan Indofarma, enggak ada," tegasnya.

Namun, di antara beragam bantahan di atas, Otto membenarkan bahwa anak Moeldoko, Joanina Rachman, merupakan pemegang saham di PT Noorpay. Namun, Otto membantah jika dikatakan Moeldoko memiliki hubungan hukum dengan PT Noorpay.

"Kalau anak pejabat kan tidak bermasalah kalau dia berbisnis sepanjang bapaknya tidak berperan di sana," kata Otto.

Otto menambahkan, apalagi PT Noorpay bukan perusahaan yang bergerak dalam bisnis Ivermectin. Selain itu, PT Noorpay juga dikatakan Otto, tidak ada kaitannya dengan perusahaan yang bergerak di bidang bisnis beras, melainkan di bidang IT.

"Memang benar putri Pak Moeldoko adalah pengusaha di PT Noorpay, tapi PT Noorpay sendiri tidak ada kaitan dengan PT Harsen, tidak bergerak di bidang Ivermectin, tidak pernah mengedarkan Ivermectin, dan tidak pernah melakukan bisnis di sektor beras seperti yang dikatakan ICW," ucapnya.

Sebelumnya, ICW menyebut Joanina memiliki hubungan bisnis dengan Sofia Koswara. Sofia berperan membantu PT Harsen dalam memperkenalkan Ivermectin ke publik. ICW juga menuding, Sofia bekerja sama dalam impor beras dengan HKTI, organisasi yang diketuai Moeldoko.

Dalam keterangan resminya pada Kamis, 22 Juli lalu, Moeldoko secara langsung membantah tudingan ICW yang menyebut bahwa putri bungsunya, Joanina Novinda Rachma, memiliki kedekatan dengan pihak PT Harsen, produsen obat Ivermectin. Ia menegaskan, tudingan ICW tersebut ngawur dan menyesatkan.

“Itu tuduhan ngawur dan menyesatkan,” kata Moeldoko dikutip dari siaran resmi KSP, Kamis (22/7).  

ICW menyebut Joanina memiliki hubungan bisnis dengan Sofia Koswara. Sofia berperan membantu PT Harsen dalam memperkenalkan Ivermectin ke publik. ICW juga menuding, Sofia bekerja sama dalam impor beras dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), organisasi yang diketuai Moeldoko. Moeldoko pun membantah tuduhan tersebut.

“Tidak ada urusan dan kerja sama antara anak saya, Jo, dengan PT Harsen Lab,” kata Moeldoko.

Sedangkan, terkait tudingan kerjasama HKTI dalam impor beras, Moeldoko juga menegaskan tuduhan tersebut tidak bisa dimaafkan. Ia menekankan, saat ini HKTI justru tengah berjuang untuk kemandirian petani agar mereka bisa mengekspor beras.

"Ini menodai kehormatan saya sebagai ketua HKTI," ujar dia.

Moeldoko juga menegaskan, tudingan ICW sebelumnya yang menyebut Joanina sebagai Tenaga Ahli di KSP tak benar. Sebab, kata dia, Joanina hanya pernah magang selama 3 bulan di KSP.

"Saya suruh dia belajar dari para tenaga ahli di KSP selama 3 bulan awal 2020,” tegas Moeldoko.

Untuk diketahui, Moeldoko pernah bericara terkait penggunaan Ivermectin sebagai obat penunjang kesembuhan pasien Covid-19 pada sebuah diskusi yang digelar Frontline Covid-19 Critical Care Alliance (FLCCC), Senin (28/6). Dirinya menyebut Ivermectin ampuh menunjang kesembuhan pasien Covid-19.

"Di Kota Tangerang, Jaktim, Depok, Bekasi menghasilkan tingkat kemanjuran yang hampir di seluruh daerah mendekati 100 persen untuk turunkan covid-19," kata Moeldoko ketika itu.

Moeldoko menambahkan, penggunaan Ivermectin sudah terbukti ampuh di beberapa daerah. Di Semarang misalnya, 40 orang berhasil sembuh dari Covid-19. Ivermectin juga digunakan oleh 25 orang di Sragen dan 13 orang di Kudus.

"Melihat data sementara ini, kami cukup optimis bahwa ivermectin dapat menjadi solusi obat efektif menyembuhkan pasien Covid," ucapnya.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menyatakan, hingga kini pihaknya belum mendapatkan somasi tertulis untuk mengklarifikasi tuduhan yang disampaikan terkait keterlibatan Moeldoko dalam bisnis Ivermectin dan bisnis beras.

"Kami sampai saat ini belum mendapatkan somasi tertulisnya dari Pak Moeldoko sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan lebih jauh," kata Adnan dalam pesan singkatnya, Kamis (29/7).

"Jadi kami lebih baik menunggu dulu somasi tertulisnya, daripada salah memberikan respons, karena kadang apa yang disampaikan secara lisan dengan apa yang ditulis bisa berbeda, " tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement