Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Johanes Sutanto

3 Tanda Kamu Belum Siap dengan Investasi

Gaya Hidup | Monday, 26 Jul 2021, 10:40 WIB

Jumlah investor pasar modal pada semester 1/2021 mengalami peningkatan yang signifikan. Hingga Juni 2021 jumlahnya mencapai hingga 5,6 juta single investor identification (SID) atau menigkat 44,45% dari akhir 2020. Menariknya, jumlah investor dari kalangan milenial mendominasi hingga 58,39%, yakni mereka yang berusia di bawah 30 tahun.

Peningkatan jumlah investor ini cukup menggembirakan, namun di sisi lain juga masih ada pekerjaan yang tidak enteng untuk menyadarkan keseluruhan masyarakat yang hingga saat ini jumlahnya mencapai lebih dari 270 juta jiwa. Jumlah 5,5 juta investor dari 270 juta tentu saja masih menjadi tantangan yang cukup menantang.

Berbagai bentuk edukasi guna menyadarkan masyarakat untuk berinvestasi perlu digalakkan kembali. Apalagi, kesadaran masyarakat saat ini masih tergolong sangat minim.

Padahal yang namanya investasi, semisal di pasar modal, sudah sangat gampang. Semua sudah serba online dan modalnya pun relatif terjangkau. Dengan Rp100.000 saja, seseorang sudah bisa berinvestasi dengan mudah seperti dengan aplikasi IPOT milik sekuritas karya anak negeri dengan tagline #SemuaBisaInvestasi.

Namun harus diakui, dalam investasi ini bukan soal mudah tidaknya saja, ada berbagai alasan di balik belum meratanya tingkat kesadaran masyarakat untuk berinvestasi, bisa jadi salah satunya masyarakatnya memang belum siap dengan investasi.

Lantas seperti apa tanda-tandanya kalau masyakarat atau secara khusus seseorang itu belum siap dengan yang namanya investasi? Berikut ini 3 tanda seseorang belum siap dengan yang namanya investasi

1. Belum bisa fokus pada prioritas

Siapa pun yang sudah memiliki pendapatan bulanan tentu sudah bisa berinvestasi dengan mudah, namun hal ini sulit dilakukan jika tak memiliki prioritas atas alokasi duit yang dimiliki. Mereka yang sudah memiliki penghasilan bulanan, tapi pengelolaan keuangannya tidak jelas alokasinya biasanya belum kepikiran dengan yang namanya investasi. Ini tentu akan beda dengan mereka yang memiliki sejumlah prioritas untuk penghasilan yang didapatkannya. Mereka yang sudah mengerti prioritas biasanya tahu bahwa keseluruhan penghasilannya ada yang wajib disisihkan untuk ditabung atau diinvestasikan. So, selama seseorang belum fokus pada prioritas atas penghasilan yang diperoleh maka investasi belum terlintas di benak pikirannya.

2. Punya banyak utang dan nggak punya dana darurat

Punya utang boleh-boleh saja asal tak menyedot lebih dari 30% penghasilan. Jika lebih dari 30%, siap-siap lah untuk merasakan kalau pos-pos keuangan lainnya justru nggak akan terpenuhi. Apalagi, jika sampai terlilit utang dengan bunga tinggi maka dapat dipastikan terlalu sibuk ngurusi utang dan nggak kepikiran dengan investasi atau kalau pun sadar pasti memilih untuk menunda investasi. Karena penghasilan banyak tersedot untuk utang dengan bunga tinggi di tengah kemudahan utang online saat ini, tentu agak sulit untuk merealisasikan dana darurat. Pandemi Covid-19 ini pun sebenarnya telah mengajarkan banyak hal terkait keuangan, salah satunya pengelolaan keuangan untuk dana darurat. Dana darurat sangat diperlukan untuk peristiwa dan kejadian yang tak terduga seperti pandemi Covid-19 ini.

3. Malas riset cara atur duit

Mereka yang belum tahu dan malas melakukan riset terkait pengelolaan keuangan biasanya juga belum kepikiran dengan investasi. Pemahaman tentang investasi pun sangat minim. Padahal, investasi saat ini sudah sangat mudah dan terjangkau, seperti investasi pasar modal yang tak seperti dulu lagi. Investasi di pasar modal sudah serba online dan modalnya pun sangat terjangkau. So, hanya mereka yang rajin riset maka akan menemukan kemudahan-kemudahan dalam investasi saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image