Ahad 25 Jul 2021 21:29 WIB

Uni Eropa Perang Melawan Pencucian Uang

Uang tunai dianggap pintu gerbang untuk pencucian uang.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Iris Kaczmarczyk/chromorange/picture-alliance
Iris Kaczmarczyk/chromorange/picture-alliance

"Aturan yang kami miliki guna mencegah pencucian uang termasuk yang paling ketat sedunia," ujar Wakil Presiden Komisi Eropa, Valdis Dombrovskis, "tetapi aturan itu juga harus diterapkan secara sistematis."

Ia menganggap penerapan aturan ini dalam beberapa tahun terakhir belum cukup. Dalam praktiknya, malahan banyak negara anggota Uni Eropa (UE) tidak benar-benar menerapkan aturan pencegahan pencucian uang tersebut, atau bahkan terlalu lemah dalam mengawasi dan meneliti transaksi keuangan yang mencurigakan.

Inilah sebabnya mengapa Komisi Eropa sekarang secara resmi mengusulkan sesuatu yang telah dikerjakan Brussel selama berbulan-bulan: menciptakan otoritas pengawas baru di UE baru yang akan mengawasi aktivitas keuangan di negara-negara anggota dan akan memantau dan mengaudit lembaga keuangan transnasional besar yang termasuk dalam risiko potensial.

Namun, otoritas ini diperkirakan belum akan mulai beroperasi setidaknya dalam waktu tiga tahun mendatang, dan akan butuh waktu lima tahun sebelum berlaku penuh. Negara-negara anggota UE pada prinsipnya telah menyetujui pembentukan otoritas pengawasan pusat ini, serupa dengan yang sudah ada untuk bank, tetapi masih ada perdebatan tentang lokasi untuk kantor pusat badan ini.

Omzet 'kotor' yang begitu signifikan

Pencucian uang yaitu aktivitas membawa uang kotor dari kegiatan kriminal ke dalam sirkulasi moneter bersih yang normal. Mairead McGuinness, komisaris Uni Eropa untuk jasa keuangan, mengatakan bahwa: "Pencucian uang merupakan ancaman nyata dan ada bagi warga negara, lembaga demokrasi, dan sistem keuangan." Di UE sendiri, transaksi yang melibatkan uang 'kotor' ini mencapai sekitar 1,5 persen dari produk domestik bruto atau nilainya setara dengan 133 miliar euro. "Skala masalah ini tidak dapat diremehkan, dan celah yang dapat dimanfaatkan penjahat harus ditutup," ujar McGuinness.

Untuk mencapai hal ini, Komisi ingin menerapkan standar aturan untuk memerangi pencucian uang tepat di seluruh Eropa. Semua negara anggota harus transparan tentang siapa yang sebenarnya memiliki perusahaan, dan penyedia layanan keuangan. Nantinya semua itu di UE tidak mungkin lagi didaftarkan atas nama perusahaan, wali amanat, dan perwakilan anonim. Daftar rekening bank dan pemegang rekeningnya akan digabungkan di seluruh UE.

Uni Eropa persulit bisnis organisasi kejahatan dan terorisme

Komisi menyatakan bahwa pembagian aset yang berulang-ulang menjadi unit-unit yang lebih kecil, perusahaan-perusahaan tertentu, dan transaksi elektronik melalui serangkaian rekening bank asing membuat sangat sulit untuk mengikuti jejak uang yang diperoleh melalui perdagangan narkoba, prostitusi ilegal, perjudian ilegal, perdagangan manusia, dan kejahatan lain.

Arahan baru untuk memerangi pencucian uang ini bertujuan mempersulit bisnis bagi kejahatan terorganisasi dan mereka yang mendanai terorisme. Aturan telah diperketat lebih jauh dibandingkan dengan arahan yang saat ini berlaku. Cryptocurrency, atau mata uang kripto seperti Bitcoin, yang menurut Uni Eropa sangat cocok untuk transaksi anonim juga menjadi sasaran aturan ini. Di masa depan, penyedia mata uang kripto harus mengungkapkan identitas pemegang akun.

Rencana kenakan batas atas transaksi tunai

Salah satu proposal kontroversial yang juga diajukan oleh Wakil Presiden Komisi Eropa, Valdis Dombrovskis, terbukti adalah ingin membatasi pembayaran tunai hingga maksimum 10 ribu euro. Dia menunjukkan bahwa uang tunai adalah pintu gerbang untuk pencucian uang. Hasil uang tunai dari transaksi narkoba, misalnya, dapat diedarkan dengan menggelembungkan penjualan restoran pizza milik para penjahat. Selain itu, penjahat juga bisa membeli properti dan membayarnya dengan koper penuh uang.

Beberapa negara anggota UE telah memberlakukan batas atas pembayaran tunai. Di Yunani, misalnya, hanya €500. Namun, di negara lain, seperti Jerman atau Austria, tidak ada batasan sama sekali. Sekitar 70% dari semua pembayaran konsumen akhir di UE dilakukan secara tunai. Dombrovskis utamanya prihatin dengan reputasi dan stabilitas UE sebagai pusat keuangan.

Menteri keuangan Austria, Gernot Blümel, mendukung perang melawan pencucian uang, tetapi mengatakan bahwa penjahat cenderung tidak menggunakan uang tunai. "Kami melihat bahwa penjahat kerah putih semakin beralih ke ranah digital, dan kami perlu mengintensifkan upaya di bidang ini ke depan," kata Blümel di Wina pekan lalu. "Saya pikir ini lebih efektif daripada batasan sewenang-wenang, yang memperkuat kecenderungan saat ini untuk menghilangkan uang tunai." Dia menjelaskan, uang tunai harus tetap menjadi alat pembayaran yang tidak memerlukan bantuan teknis.

September lalu, skandal FinCEN Files mengungkapkan bahwa bank-bank besar Eropa telah menelikung aturan Uni Eropa tentang pencucian uang. Pada tahun 2018, sebuah bank Denmark diketahui telah melakukan pencucian uang selama bertahun-tahun melalui cabang kecil di Estonia hingga mencapai € 200 miliar. Skandal Danske Bank memberikan dorongan bagi inisiatif antipencucian uang pada komisi baru yang masih perlu persetujuan Parlemen Eropa dan 27 negara anggotanya.

ae/ts

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement