Ahad 25 Jul 2021 11:39 WIB

Literasi Bukan Sekadar Baca Tulis Hitung

Buku bacaan harus sesuai umur anak, serta punya gambar dan cerita imajinatif.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Mas Alamil Huda
Anak-anak saat membaca buku di Bale Buku, Gang Dendrit, Cakung, Jakarta, Jumat (4/6). Bale Buku yang memanfaatkan tempat pos ronda itu menjadi sarana edukasi, bermain dan belajar, yang bertujuan untuk meningkatkan literasi anak-anak di lingkungan Gang Dendrit.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak saat membaca buku di Bale Buku, Gang Dendrit, Cakung, Jakarta, Jumat (4/6). Bale Buku yang memanfaatkan tempat pos ronda itu menjadi sarana edukasi, bermain dan belajar, yang bertujuan untuk meningkatkan literasi anak-anak di lingkungan Gang Dendrit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulis buku anak dan pakar literasi, Sofie Dewayani, mengatakan, literasi bukanlah sekadar baca, tulis, dan hitung (calistung). Kegiatan bercerita bagi anak usia dini, seperti berbicara dalam bahasa daerah, bahasa nasional, maupun bahasa lainnya, serta mendekatkan akses buku pada anak juga termasuk literasi.

"Tentunya, buku bacaan harus sesuai umur anak, serta punya gambar dan cerita imajinatif. Ini supaya anak bisa berkelana di dunia imajinasi sekaligus membangun minat baca mereka, supaya mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat," kata Sofie dalam keterangannya, Ahad (25/7).

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang biasa disapa Kak Seto mengatakan hal senada. Literasi lebih dari calistung, yakni memaknai membaca situasi, berkomunikasi, bergaul, berkomunikasi dan saling menghargai.

"Untuk membentuk karakter pelajar Pancasila, misalnya bagaimana bekerja sama dengan kakak, adik, dan orang tua di rumah, gotong royong, mandiri, dan kreatif," kata Kak Seto.

Berdasarkan Riset Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 2020, anak usia lima tahun yang dibacakan buku oleh orang tuanya, punya kemampuan empati dan prososial dan mampu mengatur emosi lebih tinggi. Hal ini dibandingkan anak di kelompok usia yang sama tetapi tidak dibacakan buku.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen Pauddikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, mengatakan, anak juga perlu ditingkatkan kekayaan aksaranya. Keaksaraan mempunyai kaitan dengan buku bacaan anak dan ragam media yang kaya teks dan gambar. Sebab, buku bacaan dapat menjadi alat untuk tetap memperkaya pemahaman anak mengenai dunia.

Jumeri mengatakan, anak yang keaksaraannya terlatih lebih melekat dengan anggota keluarga, serta memiliki kemampuan untuk meregulasi emosi yang lebih tinggi, dibandingkan kelompok anak yang sama tanpa dibacakan buku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement