Sabtu 24 Jul 2021 18:54 WIB

Kasus Keributan di RSUD Gunawan Mangunkusumo Berakhir Damai

Pihak RSUD Gunawan Mangunkusumo tak mengambil langkah hukum.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Bayu Hermawan
Divisi Hukum dan Politik Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Semarang, Ipung Purwadi memberikan klarifikasi perihal insiden keributan yang melukai perawat di RSUD Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Sabtu (24/7).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Divisi Hukum dan Politik Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Semarang, Ipung Purwadi memberikan klarifikasi perihal insiden keributan yang melukai perawat di RSUD Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Sabtu (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Kabupaten Semarang, akhirnya berdamai dengan pihak keluarga pasien, terkait insiden keributan yang terjadi di depan ruang isolasi pasien Covid-19, yang terjadi Jumat (23/7) malam.

Atas mediasi aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Ambarawa, manajemen rumah sakit milik Pemkab Semarang tersebut sepakat tidak akan menempuh jalur hukum meski insiden tersebut telah mengakibatkan seorang tenaga kesehatan (nakes) rumah sakit setempat terluka.

Baca Juga

"Pihak rumah sakit telah memaafkan dan menganggap kasus tersebut sudah selesai," ungkap Kepala Bagian Tata Usaha (TU) RSUD Gunawan Mangunkusumo, Ganti Sumiyati saat memberikan keterangan kepada wartawan, di Ambarawa, Sabtu (24/7).

Menurutnya, rumah sakit lebih berpikir panjang untuk mengutamakan pelayanan kepada pasien dan tidak terjadi sesuatu yang lebih fatal dalam insiden tersebut dan tenaga kesehatan hanya mengalami luka ringan. Sehingga jalan damai dipilih dari pada melanjutkan persoalan tersebut ke ranah hukum, walaupun insiden tersebut telah mengganggu keamanan dan ketertiban di lingkungan rumah sakit.

"Kami menganggap, insiden keributan yang di depan ruang isolasi Anyelir tersebut, terjadi akibat emosi sesaat yang tak terkendali dan spontan, meski telah membuat kegaduhan," kata Ganti.

Sebelumnya, Kapolsek Ambarawa, AKP Komang Karisma yang dikonfirmasi menyampaikan, insiden bermula saat seorang pasien Covid-19 yang dirawat di RSUD Gunawan Mangunkusumo dinyatakan meninggal dunia dan harus mendapatkan pemulasaraan protokol kesehatan.

Namun saat jenazah akan dilakukan proses pemulasaraan, ada salah seorang dari pihak keluarga, NAH bersikeras untuk melihat kondisi jenazah tersebut dan memaksa masuk.

Alasannya untuk memastikan jenazah kakaknya tersebut tetap utuh dan tidak diambil beberapa organ tubuhnya, seperti yang banyak diinformasikan melalui berbagai media sosial yang pernah dibacanya.

Petugas keamanan rumah sakit telah berupaya memberikan pemahaman dan mengedukasi NAH jika pemulasaraan pasien yang meninggal akibat Covid-19 tidak bisa serta merta bisa dilihat tanpa APD lengkap.

Rupanya penjelasan tersebut tidak membuat keinginan NAH mereda, sebaliknya ia justru emosi dan bersitegang dengan keamanan rumah sakit. "Tak hanya itu, yang bersangkutan juga mengambil sebuah gunting yang kebetulan ada didekatnya," jelas kapolsek.

Melihat itu, beberapa tenaga kesehatan yang saat itu juga berada di lokasi, khawatir NAH akan megamuk dan mencoba merebut gunting yang biasa digunakan untuk memasang selang oksigen pasien tersebut.

"Namun NAH terus mempertahankan dan akhirnya terjadi perebutan gunting yang mengakibatkan  salah satu tenaga kesehatan terluka akibat tersayat di bagian jarinya," jelas Karisma.

Ia juga mengaatakan, beberapa saat insiden tersebut, Polsek Ambarawa telah melakukan klarifikasi terhadap enam orang. selanjutnya ditindaklanjuti dengan mediasi antara pihak rumah sakit bersama dengan keluarga pasien pada hari ini.

Hasilnya, pihak rumah sakit menjelaskan tidak akan melanjutkan kasus tersebut dan sudah memahami kondisi yang menyebabkan tindakan anggota keluarga pasien yang bersangkutan. "Pihak rumah sakit juga menerima permohonan maaf dari pihak keluarga pasien dan juga ada permohona seperti dukungan keamanan dari pihak kepolisian," jelasnya.

Sementara pihak keluarga pasien juga telah mengakui kekhilfannya, akibat pengaruh informasi yang tidak benar dari media sosial yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sehingga menganggap pemulasaraan jenazah Covid-19 akan diambil beberapa organ tubuhnya yang akhirnya memicu keingintahuan untuk melihat kondisi jenazah.

Sementara prosedur pemulasaraan jenazah Covid-19 tidak seperti dengan pemulasaraan jenazah pada umumnya, hingga akhirnya menyulut emosi dan memicu keributan. "Untuk itu pihak keluarga pasien juga sudah meminta maaf," kata Karisma.

Sementara itu, Divisi Hukum dan Politik Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Semarang, Ipung Purwadi membenakan baik rumah sakit maupun anggota keluarga telah sepakat menempuh jalan damai. Terkait hal itu, PPNI Kabupaten Semarang juga tidak mengajukan tuntutan hukum atau apapun terkait adanya perawat yang terluka. 

"Kami berharap kejadian tersebut menjadi pelajaran bersama semua pihak, agar ke depan tidak terjadi lagi," tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement