Rabu 21 Jul 2021 04:45 WIB

Muhammadiyah dan Tradisi Berpikir Keilmuan

Muhammadiyah merayakan milad ke-112 untuk kemajuan umat dan bangsa Indonesia

Ketua Umum PP Muhammadiyah - Haedar Nashir
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Umum PP Muhammadiyah - Haedar Nashir

Oleh : Prof Haedar Nashir, Ketua Umum Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, -- Muhammadiyah sejak berdirinya membangun tradisi berpikir yang kuat dalam diksi tajdid dan  berkemajuan Kiai Haji Ahmad Dahlan selain dikenal cerdas juga memelopori penggunaan nalar keilmuan yang tinggi. 

Muhammadiyah kemudian dikenal sebagai gerakan Islam reformis dan  modern, yang di dalamnya melekat alam pikiran maju. Kiai Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah bahkan disebut sebagai pembaru atau mujadid, yang pemikirannya menurut Nurcholish Madjid melampaui zamannya.

Setiap warga, lebih utama kader dan pimpinan Muhammadiyah, penting untuk menguatkan dan mengembangkan tradisi berpikir yang kokoh yang telah diletakkan oleh Muhammadiyah dan pendiri gerakan Islam ini. 

Hal itu dimaksudkan untuk menghadapi perkembangan kehidupan dan lahan dakwah yang semakin kompleks serta kemajuan zaman di era modern abad ke-21 yang sarat tantangan.

Karenanya anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh lingkungan termasuk amal usaha dituntut terus menerus mengembangkan kualitas berpikir agar gerakan Islam modern terbesar ini makin bekemajuan dan mampu memberikan jawaban atas permaslahan zaman yang dihadapi. 

Seraya tidak perlu gumunan atau mudah terpesona dengan isu-isu,  wacana, dan figur yang kelihatan dari permukaan menawarkan cara berpikir yang “hebat” tetapi secara substansi tidak menawarkan pemikiran yang mendalam dan belum tentu sejakan dengan nalar keislaman Muhammadiyah.

Pemikiran Maju

Muhammadiyah sejak awal memelopori gerakan pemikiran maju atau berkemajuan. Istilah “kemajuan”,   “maju”, “memajukan”, dan “berkemajuan” telah melekat dalam pergerakan Muhammadiyah. 

Dalam Statuten pertama tahun 1912, tercantum kata “memajukan” dalam frasa tujuan Muhammadiyah, yaitu “…b. Memajoekan hal Igama kepada anggauta-anggautanja”, yakni memajukan perihal Agama Islam kepada seluruh anggota masyarakat.

Secara kelembagaan Muhammadyah melahirkan berabagai usaha dakwah seperti tabligh, pendidikan, taman pustaka, PKU, dan sebagainya merupakan hasil olah pemikiran yang cerdas dalam rapat-rapat tahunan. 

Lahirnya Aisyiyah, Hizbul Wathan, dan kemudian organisasi otonom lainnya juga maerupakan buah pemikiran yang maju. Keterlibatan Aisyiyah dalam kepeloporan Kongres Perempuan tahun 1928 dengan pidatonya merupakan bukti kemajuan berpikir perempuan Muhammadiyah.

Tahun 1926 Muhammadiyah melahirkan  Tarjih untuk membahas masalah-masalah keagamaan sebagai bentuk ijtihad yang maju, bukan sebagai bentuk kerangkeng berpikir sebagaimana ditudingkan sementara pihak. 

Tahun 1938 Muhammadiyah mendiskusikan Lima Masalah penting yakni tentang agama, ibadah, dunia, sabilullah, dan ijtihad sampai diputuskan Muktamar Tarjih tahun 1954-1955. Di kemudian hari era 1990an dan 2000an lahir Manhaj Tarjih sebagai sistem pemikiran baku dalam memutuskan urusan keagamaan yang bersifat aktual. 

Tafsir Tematik dan Tafsir At-Tanwir merupakan karya Majelis Tarjih yang luar biasa kaya dengan menggunakan berbagai pendekatan. Lahirnya pendekatan bayani, burhani, dan irfani merupakan cara berpikir dan pandangan Muhammadiyah yang sangat maju melampaui yang lain, mungkin bagi sebagian pimpinan Muhammadiyah sendiri jarang dibaca dan diapresiasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement