Jumat 16 Jul 2021 14:45 WIB

Pemerintah Disarankan Tunda Pelaksanaan Otsus Papua

Sejumlah elemen masyarakat Papua menolak Otsus Papua

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah elemen masyarakat Papua menolak Otsus Papua. Ilustrasi rakyat Papua
Foto: ANTARA/Sevianto Pakiding
Sejumlah elemen masyarakat Papua menolak Otsus Papua. Ilustrasi rakyat Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah disarankan menunda pelaksanaan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal tersebut mengingat penolakan terus disampaikan berbagai elemen masyarakat Papua.    

"Pemerintah harus menunda pelaksanaan undang-undang otsus ya, sambil kemudian mendengarkan misalnya aspirasi kelompok-kelompok yang menolak. Mungkin aspirasi kelompok-kelompok yang ingin menolak itu bisa diakomodasi di dalam peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang itu," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, dikutip Jumat (16/7).

Baca Juga

Dia menyebut setidaknya ada kecacatan dalam proses revisi UU Otsus Papua. Pertama, pembuatan undang-undang otsus Papua dinilai tidak mengakomodasi sebagian aspirasi masyarakat orang Papua. Kemudian yang kedua tidak adanya evaluasi umum terhadap implementasi otsus selama 20 tahun ke belakang.  

"Jadi ada dua cacat, maka ya konsekuensinya akan ditolak, dan penolakan itu adalah sebuah konsekuensi logis daripada proses pembuatan undang-undang yang bersifat top down," ungkapnya. 

Menurut Cahyo, hasil revisi UU Otsus Papua tidak sesuai dengan aspirasi sebagian masyarakat Papua, termasuk aspirasi MPR dan DPRP. Terutama soal pemekaran wilayah yang dianggap menggerogoti kekhususan otonomi khusus Papua. 

"Justru itu yang perubahan terhadap pasal 76 itu menggerogoti roh jiwa dari otonomi, kekhususan dari otonomi khusus itu. Jadi itu memunculkan masalah yang lebih besar salah satunya," ucapnya. 

Selain itu, Cahyo juga memandang proses revisi UU Otsus Papua tidak dilakukan secara terbuka dan tidak melibatkan kelompok-kelompok masyarakat yang ingin merdeka, seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). 

Padahal menurut dia, masalah utama di Papua saat ini adalah persoalan konflik. "Masyarakat adat juga tidak dilibatkan. Pansus tidak datang kepada para adat tidak datang ke honai honai bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat adat di gunung-gunung misalnya untuk mendengar aspirasi mereka," tuturnya. 

Pemerintah memiliki waktu 90 hari membuat peraturan pemerintah (PP) sejak undang-undang Otsus Papua diundangkan. Dia berharap pemerintah bisa mengakomdasi aspirasi masyarakat Papua di dalam peraturan pemerintah tersebut. 

"Kalau menurut saya revisi undang-undang ini belum bisa ya (mengakomodasi aspirasi masyarakat Papua), seharusnya ditunda dulu kemudian dialog dengan kelompok-kelompok yang menolak, kemudian mengakomodasi mereka di dalam peraturan pemerintah menurut saya atau peraturan-peraturan lain untuk mengakomodasi mereka itu salah satu cara," jelasnya. 

"Kita tunggu saja sejauh mana PP-nya kemudian mengakomodasi suara-suara di Papua, aspirasi orang asli Papua," imbuhnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement