Rabu 14 Jul 2021 17:12 WIB

Dalang Penghilangan Paksa di Suriah Harus Bertanggung Jawab

Dewan HAM PBB serukan pertanggungjawaban atas penghilangan paksa di Suriah

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Seorang anak laki-laki memberi isyarat dengan tangan di lehernya sebagai indikasi ancaman pemenggalan kepala, di kamp al-Hol, yang menampung keluarga anggota kelompok Negara Islam, di provinsi Hasakeh, Suriah, Sabtu, 1 Mei 2021.
Foto: AP/Baderkhan Ahmad
Seorang anak laki-laki memberi isyarat dengan tangan di lehernya sebagai indikasi ancaman pemenggalan kepala, di kamp al-Hol, yang menampung keluarga anggota kelompok Negara Islam, di provinsi Hasakeh, Suriah, Sabtu, 1 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menyerukan mereka yang mendalangi operasi penghilangan paksa skala besar warga Suriah selama satu dekade terakhir dimintai pertanggungjawaban. Resolusi terkait hal itu diadopsi pada Selasa (13/7), setelah 26 dari 47 negara anggota termasuk Inggris, Amerika Serikat (AS), Turki, dan sejumlah negara Eropa mendukungnya.

Sebanyak enam negara menentang resolusi tersebut dan 15 lainnya memilih abstain. Dalam resolusi itu, Dewan HAM PBB mengecam adanya pola pelanggaran berat konsisten dalam konflik Suriah yang telah memasuki dekade kedua.

Baca Juga

“Mengutuk keras berlanjutnya penghilangan paksa di Republik Arab Suriah dan pelanggaran serta kekerasan HAM terkait, yang telah dilakukan dengan konsisten, khususnya oleh rezim Suriah,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam resolusi, dikutip dari laman Al Arabiya.

 

Dewan HAM PBB juga mengkritik penghilangan paksa oleh pihak lain yang terlibat dalam konflik Suriah, termasuk ISIS. Namun mereka menekankan pelaku utama pelanggaran tersebut adalah rezim Suriah.

Resolusi turut menyuarakan kekhawatiran atas komentar baru-baru ini dari komisi penyelidikan independen PBB tentang situasi HAM di Suriah. Mereka mengatakan penghilangan paksa yang meluas sengaja dilakukan pasukan keamanan Suriah selama satu dekade terakhir dalam skala besar.

Para penyelidik telah mengindikasikan penghilangan semacam itu telah digunakan untuk menyebarkan ketakutan, meredam perbedaan pendapat, dan sebagai hukuman. Disebut pula puluhan ribu pria, wanita, anak laki-laki dan perempuan yang ditahan otoritas Suriah “tetap dihilangkan secara paksa”.

Duta Besar Inggris untuk PBB Simon Manley yang turut mempresentasikan resolusi mengecam peran rezim Suriah dalam sejumlah besar penghilangan paksa warga di negara tersebut. Menurutnya, hal itu tak dapat dimaafkan.

Dia menilai Pemerintah Suriah memiliki sarana birokrasi untuk memberikan informasi tentang orang-orang yang hilang. Pemerintah pun mempunyai fasilitas untuk mengakhiri penderitaan keluarga dari mereka yang dihilangkan. “Namun rezim memilih untuk tidak menggunakan cara-cara itu. Ini adalah tindakan yang disengaja dari kekejaman yang tak terlukiskan,” kata Manley.

Manley menggemakan tudingan yang termaktub dalam resolusi, yakni bahwa Pemerintah Suriah secara sengaja memperpanjang penderitaan ratusan ribu anggota keluarga di sana. Hal itu pun perlu dimintai pertanggungjawaban.

Konflik Suriah telah berlangsung sejak 2011. Hampir 500 ribu orang dilaporkan tewas sejak pertempuran dimulai. Perang yang berkecamuk selama bertahun-tahun juga menyebabkan jutaan warga di sana mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement