Senin 12 Jul 2021 14:21 WIB

China dan Korut Tegaskan Hubungan Erat Keduanya

China dan Korut menjanjikan kerja sama yang lebih besar hadapi pihak yang bermusuhan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un berjabat tangan dengan Presiden Cina Xi Jinping di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, Cina pada 27 Maret 2018.
Foto: Korean Central News Agency/Korea News Service
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un berjabat tangan dengan Presiden Cina Xi Jinping di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, Cina pada 27 Maret 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - China dan Korea Utara (Korut) menjanjikan kerja sama yang lebih besar dalam menghadapi pihak yang bermusuhan. Kedua negara menandai peringatan 60 tahun perjanjian pertahanan mereka pada Ahad (11/7) waktu setempat.

Pemimpin Korut Kim Jong-un mengatakan kedua negara dengan kukuh maju menuju masa depan yang cerah dengan menghancurkan manuver kekuatan musuh yang berlebihan dan mudah menyerah. Sementara Presiden China Xi Jinping memilih pidato yang kurang agresif. Dia mengatakan persaudaraan antara kedua negara telah berkontribusi pada perdamaian regional dan perdamaian dunia.

Baca Juga

Xi menyebut dunia mengalami perubahan besar yang tak terlihat dalam satu abad. Dalam pertemuan kader tingkat atas pada Januari tahun ini, dia berkata meyakini waktu dan momentum ada di pihak China meskipun ada tantangan termasuk pandemi virus corona, gangguan rantai pasokan, memburuknya hubungan dengan Barat, dan ekonomi yang melambat.

"Saya berharap untuk memperkuat komunikasi strategis dengan (Kim) sehingga hubungan bilateral kita dapat dikembangkan ke depan ke arah yang benar, dan kerja sama yang bersahabat di antara kita akan dapat unggul ke tingkat yang baru, dan bermanfaat bagi negara dan rakyat kita," kata Xi dalam pernyataan dari Kementerian Luar Negeri China seperti dikutip laman South China Morning Post, Senin (12/7).

"China bertekad mendukung pembangunan ekonomi Korea Utara dan peningkatan mata pencaharian masyarakat," ujarnya menambahkan.

China dan Korut memang masih bergulat dengan ketidakpastian dalam hubungan mereka dengan Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Keduanya juga menghadapi isolasi yang lebih besar dari penutupan perbatasan yang ketat untuk menahan pandemi virus corona.

Beijing juga berada di bawah tekanan dari AS dan sekutunya mengenai berbagai masalah mulai dari perdagangan hingga hak asasi manusia. Sementara Pyongyang menuduh Biden mengejar "kebijakan bermusuhan" dengan mengatakan dia akan menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh program nuklir Korut melalui diplomasi serta pencegahan yang keras. Bulan lalu Kim mengatakan Pyongyang siap untuk dialog dan konfrontasi dengan AS.

Di bawah perjanjian persahabatan, kerja sama, dan bantuan timbal balik kedua negara dari 1961, Korut dan China telah berkomitmen untuk saling menawarkan dukungan militer langsung dan bantuan lainnya jika terjadi serangan. Kementerian luar negeri China mengatakan pada Rabu pekan lalu bahwa perjanjian itu akan selalu berlaku kecuali kedua belah pihak setuju untuk mengakhirinya.

Di luar hubungan keamanan kedua negara, China juga menyumbang sekitar 90 persen dari perdagangan Korut dan telah berulang kali menyuarakan dukungan di Dewan Keamanan PBB untuk mengurangi sanksi terhadap Pyongyang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement