Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fathin Robbani Sukmana

Orang Malas dan Realitas Kehidupan

Gaya Hidup | Wednesday, 30 Jun 2021, 17:10 WIB
Ilustrasi Orang Malas || Sumber : Merdeka.com

“Ada saja orang yang seperti itu.”

Keluhan saya kepada wanita yang duduk di seberang. Ya, saya sedang bercerita tentang kesalnya bertemu orang-orang yang menyebalkan saat kuliah dan tentunya membutuhkan kerja sama tim yang baik.

Ceritanya begini, beberapa waktu lalu, saya sempat mengerjakan satu proyek kelompok untuk menyelesaikan tugas kuliah. Sayangnya, ada satu orang yang belum berkontribusi apa-apa dalam proyek tersebut.

Saya mencoba mengontaknya, akan tetapi tidak ada jawaban. Lalu teman saya yang lain pun ikut mengontak dan tidak direspons sama sekali, padahal peran ia sedang kami butuhkan untuk menyelesaikan proyek ini.

Beberapa menit kemudian, ternyata kawan saya yang absen setiap rapat itu mengirimkan foto liburan di story whatsappnya. Kami pun akhirnya geram dan mengomel lewat grup chat. Mungkin saja ia lupa menyembunyikan statusnya dari kontak kami.

Satu hari sebelum proyek dilaksanakan, kami berkumpul di salah satu rumah makan di ibukota Indonesia. Karena kita harus rapat dengan beberapa dosen, pastinya makanan yang kami pesan dibayarkan oleh orang-orang yang namanya diikuti berbagai gelar yang panjang.

Betapa kagetnya, ternyata teman saya yang susah dihubungi dan sering absen dalam persiapan, tiba-tiba dia datang. Dengan santainya ia berbisik bahwa ingin mendapat nilai besar dan dirinya datang karena kita berkumpul di restoran.

Saya dan tim sangat kesal karena sikapnya. Dia hanya datang ketika ada sesuatu yang menguntungkannya, entah makan di restoran atau berkumpul dengan dosen yang dianggap loyal kepada mahasiswa.

***

“Hahaha, aku sering menemukan makhluk halus macam itu.”

Ucap wanita di depanku yang juga tertawa sehingga orang-orang di kafe itu melihat ke arah kami. Perempuan di depan saya ini merupakan “kakak” saya, ia wajahnya cantik dengan pipi chubby dibalut kerudung motif bunga dengan outfit baju panjang oranye dan rok berwarna putih.

Sambil meminum jus di hadapannya, ia menjelaskan bahwa tidak sedikit manusia yang ingin ambil “enaknya” dalam sebuah tugas ataupun proyek, biasanya mereka merasa sangat pintar tapi kenyataannya hanya sebagai toxic dalam sebuah tim.

Wanita berkacamata itu mencontohkan satu kejadian yang menurut saya juga sudah di luar batas. Apalagi si pelaku adalah orang yang “tidak memiliki prestasi” dalam hal apapun di mata teman-temannya.

Saat itu, Kakak saya sedang menjadi panitia sebuah acara besar di kampusnya, betapa sulitnya konsep yang diminta oleh pimpinannya, semua pihak bekerja keras untuk mempersiapkan acara penyambutan mahasiswa baru.

Anehnya ketika yang lain sibuk, ada satu orang yang bermalas-malasan sebut saja namanya mail. Ia tidak pernah datang rapat sekalipun, bahkan ketika arahan dari pimpinan kampus laki-laki itu malah datang terlambat.

Selanjutnya, saat hari H acara dimulai ia malah datang terlambat. Lalu langsung seenaknya sarapan dengan lahap, padahal yang lain sedang sibuk gladi. Kakak saya segera menghampirinya dan menegurnya. Tapi anehnya ia malah menjawab “Santai saja, makan dulu, acara masih lama kok.”

Setelah acara selesai dan masuk jam makan siang, ternyata Mail sudah lebih dulu mengantre untuk mendapat makan siang, sedangkan panitia yang lain menunggu tamu terlebih dahulu agar mereka bisa memastikan konsumsi cukup atau tidak. Mail urusan makan sangat cepat, tapi kerja sangat lamban.

“Ya, lebih parah kan dari teman mu itu.” ujar wanita yang saya anggap kakak. Memang, saya juga tidak sekali dua kali menemui orang-orang yang ingin enaknya saja, dan biasanya mereka sudah dikenal oleh banyak orang karena tidak bisa diajak bekerja sama dan ingin santai saja.

***

“Tapi ada baiknya kita dipertemukan dengan orang yang seperti itu.” Kata wanita cantik di depan saya itu. Ia menegaskan pasti semua kejadian ada pelajaran yang bisa kita ambil walau hati kita terkadang merasa kesal.

Dengan adanya orang-orang “malas” yang mau enaknya saja, kita jadi bisa belajar lebih bersabar menghadapi persoalan, apalagi ketika kita sudah melampaui batas kekesalan. Jika kita tetap bersabar, maka kita telah lulus ujian.

Selain itu, kita juga bisa bersedekah. Ya, kita mengerjakan pekerjaan dia, melakukan pembelaan ketika dimarahi atasan, bahkan membayarkan makanannya ketika kita butuh kehadirannya di saat-saat genting.

Belum lagi, kalau kita berhasil mengajak orang-orang seperti Mail itu menjadi rajin, pekerja keras. Pasti akan sangat membekas di mata orang banyak. Walaupun kemungkinannya hanya sekian persen hehe.

Sambil menghabiskan cokelat dingin, saya menyimak perkataan yang disampaikan oleh wanita yang tidak suka manis tersebut. Lalu, saya mencoba berpikir sejenak dan tidak sadar mengucapkan “ada benarnya juga.”

Atas masukan yang kakak berbaju oranye itu, pola pikir saya menjadi berubah, jika ada orang yang seperti Mail, saya harus bisa memahami dan memberi contoh, bukan hanya kesal saja. Tentu kalau ia tidak berubah juga, mungkin Allah yang akan mengubah hatinya bukan kita.

Dan mungkin orang-orang seperti mail kalau jadi pejabat mau enaknya saja, mengandalkan relasi dan serangan fajar tapi tidak ada kerja dan karya nyata untuk rakyatnya.

Fathin Robbani Sukmana, Penulis

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image