Kamis 24 Jun 2021 21:09 WIB

Vaksinasi untuk Pasien Gangguan Imunitas, Efektifkah?

Covid-19 bisa sebabkan penyakit lebih parah pada orang yang kekebalannya terganggu.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Qommarria Rostanti
Vaksinasi Covid-19 bagi pasien dengan gangguan imunitas (ilustrasi).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Vaksinasi Covid-19 bagi pasien dengan gangguan imunitas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LANSING -- Salah satu warga Michigan, Amerika Serikat (AS), bernama Ryan Malosh menjalani transplantasi sel induk beberapa tahun lalu. Malosh ingin divaksinasi Covid-19, namun dia khawatir kondisi medis yang membuatnya rentan terhadap Covid-19 itu justru bisa merusak vaksin."Saya punya antibodi. Jadi itu bagus," kata Malosh dilansir di Mlive.com, Kamis (24/6).

Vaksin Covid-19 sangat efektif untuk sebagian besar orang. Meski begitu, ada indikasi awal pasien dengan gangguan kekebalan (autoimun) memproduksi lebih sedikit, atau bahkan tidak ada antibodi terhadap Covid-19 secara signifikan, meskipun telah divaksinasi sepenuhnya.

Sebuah penelitian di Journal of American Medical Association terhadap 658 penerima transplantasi organ padat (yang menerima vaksin Pfizer atau Modena) ternyata hanya 15 persen yang memiliki antibodi terhadap virus setelah vaksin pertama. Kemudian, hanya 54 persen memiliki antibodi setelah suntikan kedua.

Diperkirakan sekitar tiga persen orang Amerika memiliki gangguan sistem kekebalan. Hal ini banyak disebabkan obat-obatan seperti prednison atau metotreksat yang digunakan untuk kondisi lupus, multiple sclerosis, dan rheumatoid arthritis. Orang dengan HIV, maupun mereka yang menjalani transplantasi organ, atau kemoterapi juga dapat mengalami gangguan kekebalan.

"Kami tidak memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang apakah vaksin itu efektif atau tidak pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu," ujar Direktur Layanan Penyakit Menular Transplantasi Michigan Medicine, dr Daniel Kaul.

Seorang dokter di bidang imunologi, dr Michael Zaroukian, mengatakan jika seseorang menggunakan dosis prednison yang signifikan, maka masuk akal hal itu dapat mengganggu vaksin.

Studi menunjukkan, SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19 dapat menyebabkan penyakit lebih parah pada orang yang kekebalannya terganggu, dan dapat mengakibatkan waktu pemulihan lebih lama, karena tubuh sulit melawan virus. Tidak seperti beberapa vaksin (yang perlu dihindari orang dengan gangguan kekebalan), Zarkoukian mengatakan tidak ada yang berbahaya dalam vaksin Covid-19 untuk pasien dengan gangguan kekebalan.

"Untuk pasien kelainan imun, kami belum tahu persis berapa persentase perlindungan mereka, tapi mungkin tidak nihil. Mungkin 50 persen. Mungkin 70 persen. Kami tidak tahu," ujar Zaroukian.

Bagi orang yang minum obat penekan sistem kekebalan, bicarakan dengan dokter sebelum melakukan vaksinasi Covid-19. Masih banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang bagaimana berbagai aspek sistem kekebalan bekerja sama dalam kaitannya dengan Covid-19. Yang penting, pasien kelainan imun menyadari mereka berisiko lebih tinggi pada penyakit Covid-19, bahkan jika telah divaksinasi lengkap.

Kaul setuju pasien kelainan imun harus terus waspada tentang paparan Covid-19, terutama ketika berada di sekitar orang yang tidak divaksinasi. Untuk itu, para ahli mendesak mereka melanjutkan beberapa strategi mitigasi, seperti masker di tempat umum dalam ruangan dan menghindari kerumunan.

"Pergi ke restoran yang ramai dan berventilasi buruk mungkin merupakan aktivitas yang berisiko tinggi dibandingkan dengan piknik di luar ruangan," kata Kaul.

Sejumlah penelitian sedang dilakukan yang secara khusus melihat seberapa baik vaksin melindungi berbagai jenis pasien dengan gangguan kekebalan. Para ilmuwan juga melihat apakah orang-orang dengan gangguan kekebalan dapat memperoleh manfaat dari suntikan vaksin tambahan, dan/atau kombinasi dari dua vaksin yang berbeda atau tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement