Kamis 24 Jun 2021 20:58 WIB

Skenario Kemenkes untuk RS Hadapi Lonjakan Covid-19

Kemenkes mencari bangunan dan ruang yang menganggur untuk dikonversi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah pasien menjalani perawatan di lorong IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (23/6/2021). Akibat ruang isolasi COVID-19 di RSUD dr Soekardjo penuh dengan Bad Occupancy Rate (BOR) melebihi 100 persen, mereka terpaksa mengantre, bahkan belasan di antaranya terpaksa menunggu di lorong IGD lantaran masuk dalam daftar tunggu untuk dipindahkan ke ruang isolasi.
Foto: Antara/Adeng Bustami
Sejumlah pasien menjalani perawatan di lorong IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (23/6/2021). Akibat ruang isolasi COVID-19 di RSUD dr Soekardjo penuh dengan Bad Occupancy Rate (BOR) melebihi 100 persen, mereka terpaksa mengantre, bahkan belasan di antaranya terpaksa menunggu di lorong IGD lantaran masuk dalam daftar tunggu untuk dipindahkan ke ruang isolasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Covid-19 di Tanah Air terus melonjak, khususnya di Jakarta. Jika kasus terus bertambah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyiapkan skenario rencana terburuk, di antaranya mengubah ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi tempat perawatan.

"Kami melihat eskalasi kenaikan kasus Covid-19 ini. Memang kenaikan kasusnya sangat drastis, eksponsensial dan kenaikan kasus dan pasien ini tidak bisa diimbangi dengan jumlah tempat tidur," kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, dalam konferensi virtual Kemenkes bertema Penunjukan Rumah Sakit Khusus Covid-19, Kamis (24/6).

Baca Juga

Ia menambahkan, jumlah pasien yang berapa kali lipat banyaknya tidak bisa mengimbangi. Karena itu, Kadir melanjutkan, salah satu alternatif Kemenkes adalah melakukan ekstensi rumah sakit-rumah sakit.

Adapun ekstensi yang dilakukan adalah mengubah ruang IGD menjadi ruang perawatan, kemudian tenda-tenda di rumah sakit yang bisa digunakan sebagai tempat triase pasien serta dimanfaatkan untuk ruang perawatan. Selain itu, dia melanjutkan, Kemenkes berkeinginan mencari ruangan, gedung pertemuan atau auditorium atau aula yang tidak dimanfaatkan."(Bangunan) ini supaya bisa jadi ruang perawatan pasien Covid-19," ujarnya.

Dengan mengubah bangunan tak digunakan tersebut, Kemenkes juga nantinya menetapkan klasifikasi pasien yang bisa masuk ke ruangan dan dirawat atau masuk ruangan isolasi biasa. Ia mengakui, upaya penambahan ruangan ini memang harus dilakukan.

Kendati demikian, kini pihaknya dihadapkan dengan persoalan pasien non-Covid-19 yang kini mulai berobat. Ia membandingkan selama  Januari dan Maret lalu hanya pasien Covid-19 yang meningkat, sedangkan pasien non-Covid-19 berada di rumah karena takut berobat ke rumah sakit.

"Tetapi saat ini selain pasien Covid-19, ternyata pasien non-Covid-19 juga banyak," ujarnya.

Sehingga, dia melanjutkan, tidak semua rumah sakit hanya memberikan pelayanan kesehatan untuk pasien Covid-19. Karena itu, dia melanjutkan, Kemenkes hanya menetapkan tiga rumah sakit (RS) vertikal milik pemerintah yang dikonversi jadi RS yang menangani Covid-19 yaitu RS Fatmawati, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dan juga Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso.

Namun, ia menambahkan, RS Fatmawati dan RSUP Persahabatan kinu sudah terlanjur merawat pasien non-Covid-19 yang tidak mungkin dipulangkan dalam kondisi yang tidak benar-benar pulih.''Karena itu, kami berusaha maksimal dan mulai sekarang ini, RS Fatmawati dan RS Persahabatan telah mendeklarasikan tidak akan menerima lagi pasien non-Covid-19," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement