Kamis 24 Jun 2021 14:03 WIB

Palestina Siap Kerja Sama Jika Agresi Israel Dihentikan

PM baru Israel, Bennett, merupakan pendukung keras pencaplokan Tepi Barat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Presiden Palestina Mahmoud Abbas
Foto: Mohamad Torokman/Pool Photo via AP
Presiden Palestina Mahmoud Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan siap bekerja sama dengan pemerintahan baru Israel yang dipimpin Perdana Menteri Naftali Bennett. Namun, hal itu harus disertai komitmen bahwa Israel akan menghentikan agresi ke Palestina.

“Kami akan berurusan dengan siapa pun yang dipilih rakyat Israel. Jadi, kami akan berurusan dengan mereka. Namun, itu semua tergantung pada (Israel) menghentikan agresi terhadap Palestina, menyelesaikan masalah mendasar kita, dan memulai negosiasi guna mencapai solusi permanen untuk konflik,” kata Abbas dalam pidatonya di Ramallah yang ditayangkan televisi Palestina pada Rabu (23/6).

Baca Juga

Bennett, yang menjadi perdana menteri sebagai bagian dari kesepakatan koalisi dengan pemimpin partai Yesh Atid, Yair Lapid, dan lima partai lainnya, adalah penentang kuat pembentukan negara Palestina. Sebaliknya, Bennett merupakan pendukung keras pencaplokan Tepi Barat.

Pada Rabu lalu, pemerintahan Bennett menandatangani proyek konstruksi baru perdananya untuk memperluas permukiman Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Sejauh ini, sekitar 475 ribu warga Yahudi Israel telah menghuni wilayah tersebut. Mereka menikmati hak istimewa dibandingkan 2,8 juta warga Palestina yang tinggal di sana.

Untuk pertama kalinya, partai Arab juga bergabung dengan pemerintahan koalisi pimpinan Bennett dan Lapid. Ia adalah Arab Joint List atau Ra’am yang berhaluan konservatif. Namun, Ra’am adalah partai kecil dan tak memiliki dukungan luas dari Palestina.

Otoritas Palestina telah berhati-hati terhadap pemerintahan baru Israel yang mengeklaim diri sebagai “rezim perubahan”. Pemerintahan koalisi itu memang telah mematahkan dominasi Benjamin Netanyahu dalam politik Israel. Netanyahu diketahui telah menjadi perdana menteri selama 12 tahun.

“Kali ini, pemerintahan tanpa Netanyahu dibentuk di Israel. Namun, tak akurat menyebutnya sebagai ‘rezim perubahan’, kecuali ada yang mengatakan bahwa Netanyahu sudah tidak ada lagi. Adapun kebijakan (pemerintahan baru), kami memperkirakan tidak akan ada perbedaan, atau bahkan mungkin lebih buruk,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement