Rabu 23 Jun 2021 05:55 WIB

5 Pelajaran dari ‘Lelang’ Surga Saat Perang Tabuk 

Perang Tabuk merupakan salah satu peperangan dahsyat era Rasulullah SAW

Perang Tabuk merupakan salah satu peperangan dahsyat era Rasulullah SAW. Perang dalam Islam (ilustrasi)
Foto: Republika
Perang Tabuk merupakan salah satu peperangan dahsyat era Rasulullah SAW. Perang dalam Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, * Muhbib Abdul Wahab

Ketika mempersiapkan Perang Tabuk, Nabi Muhammad SAW melakukan konsolidasi strategis. Kepada para sahabatnya, Nabi SAW mengumumkan secara terbuka di Masjid Nabawi mengenai rencana pengadangan pasukan Romawi yang akan menyerang Madinah. 

Nabi SAW merasa penting memaklumkan rencana pengadangan ini karena perang yang terjadi pada bulan Rajab dan Syaban tahun 9 Hijriyah ini sangat sulit. Oleh karena itu, Perang Tabuk disebut juga ghazwah al-'usrah (perang penuh kesulitan). 

Disebut demikian karena saat itu cuaca sangat panas (sekitar 50 derajat Celcius), jarak medan perang sangat jauh sekitar 683 kilometer di utara Madinah, dan secara ekonomi umat Islam mengalami krisis dana, logistik, dan kendaraan perang. 

Karena sangat krisis dan memerlukan dana sangat besar, Nabi SAW naik mimbar masjid Nabawi untuk 'melelang' surga kepada para sahabatnya melalui infak terbuka dan penggalangan dana jihad fi sabilillah. Nabi SAW lalu bersabda: "Siapa yang menyiapkan perbekalan untuk tentara penuh kesulitan (Tabuk), maka baginya surga." (HR al-Bukhari). 

Pelelangan surga tersebut mendapat respons positif dari para sahabat. Umar bin  Khattab RA menemui Rasulullah dengan memberikan separuh hartanya. 

Abu Bakar ash-Shiddiq RA datang menyerahkan sebagian besar hartanya. Melihat banyaknya harta yang diinfakkan, Rasulullah bertanya, "Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab: "Dalam mengimani dan merespons perintah engkau, hanya Allah dan RasulNya yang aku tinggalkan untuk mereka." 

Utsman bin Affan merespons pelelangan surga itu dengan memberikan logistik perang untuk sepertiga pasukan (10 ribu prajurit), ditambah 900 ekor unta, 100 ekor kuda, dan 1.000 dinar. 

Abdurrahman bin Auf juga menginfakkan 200 uqiyah emas, senilai sekitar Rp 50 miliar. Banyak sahabat lainnya menginfakkan harta mereka sesuai kesanggupan. Para wanita juga menyumbangkan aneka perhiasan dan makanan (kurma, gandum, daging, susu, dan sebagainya). 

Setidaknya ada lima pelajaran moral yang dapat dipetik dari pelelangan surga tersebut. Pertama, mentalitas jihad dan kedermawanan para sahabat luar biasa tinggi karena mereka memiliki keimanan, kecintaan, dan loyalitas yang kuat terhadap agama Allah. 

Kedua, mentalitas kaya hati dengan merasa "sudah selesai dengan dirinya sendiri" membuat para sahabat tidak lagi berpikir untuk kepentingan dirinya, melainkan berpikir dan berbuat untuk kemenangan dan kejayaan Islam. Mereka meyakini sepenuh hati ayat 7 surat Muhammad. 

Ketiga, melelang surga yang dilakukan Nabi SAW merupakan strategi penggalangan investasi akhirat yang sangat efektif.

Keempat, melelang surga dapat menumbuh-kembangkan spirit jihad fi sabilillah yang dapat mengalahkan segala bentuk orientasi dan kepentingan duniawi. 

Kelima, pada masa krisis, sosok pemimpin umat dan bangsa yang diperlukan adalah pemimpin teladan yang sudah selesai dengan dirinya. Pemimpin yang hadir melayani, memberi solusi, melindungi, menegakkan keadilan sosial, dan merekatkan persatuan bangsa  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement