Rabu 23 Jun 2021 01:01 WIB

BKN tak Punya Data Hasil TWK yang Diminta Pegawai KPK

Data yang diminta pegawai KPK ada di Dinas Psikologi TNI AD dan BNPT.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Ketua Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana menyampaikan konferensi pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6). Bima Haria Wibisana menghadiri panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 75 pegawai KPK dalam proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana menyampaikan konferensi pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6). Bima Haria Wibisana menghadiri panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 75 pegawai KPK dalam proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kepegawaian Negara (BKN) sudah tidak memiliki data hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil TWK telah diberikan ke KPK dalam bentuk hasil secara kumulatif dan bukan data perseorangan masing-masing individu.

"BKN menerima hasil TWK, hasilnya kumulatif semuanya, hasilnya dalam dokumen bersegel, saat ini hasil sudah di KPK, BKN sudah tidak punya dokumen itu," kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6). 

Baca Juga

Perihal data yang pernah disinggung oleh Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri yang menyebut akan berkoordinasi dengan BKN, Bima menekankan bahwa data hasil TWK bersifat kumulatif dan agregat. Karena itu, data yang diminta pegawai KPK tidak ada di dalam data hasil TWK yang diberikan BKN kepada KPK beberapa waktu lalu. 

Bima mengatakan, data yang diminta oleh para pegawai KPK itu berada di Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Yang diminta adalah hal-hal yang tidak ada dalam dokumen itu karena ini dokumennya bersifat agregat, bukan detail orang per orang. Kalau kami minta, kami akan minta pada pemilik instrumen data-data itu karena instrumen tidak di kami. Kalau Indeks Moderasi Bernegara-68 ada di Dinas Psikologi AD, profiling-nya di BNPT,” ungkapnya.

Bima mengaku sempat berkomunikasi dengan Dinas Psikologi AD dan BNPT. Kedua lembaga itu mengatakan bahwa hasil asesmen bersifat rahasia.

“Dinas Psikologi AD mengatakan berdasarkan ketetapan Panglima TNI itu rahasia, saya tanya BNPT kalau profiling bisa diminta enggak, ini profiling didapatkan dari suatu aktivitas intelijen sehingga menjadi rahasia negara,” ujar Bima. 

“Jadi, saya sampaikan ini menurut Dinas Psikologi AD dan BNPT rahasia. Jadi, bukan saya yang menyampaikan rahasia, tapi pemilik informasi itu. Karena, saya sebagai asesor mempunyai kode etik, kalau menyampaikan yang rahasia bisa kena pidana,” kata dia.

Bima menambahkan, meskipun bersifat rahasia, informasi tersebut masih bisa dibuka bila adanya putusan pengadilan. Sebab, dengan putusan pengadilan, pihak-pihak pelaksana dari masing-masing institusi tidak dinyatakan bersalah.

“Apakah bisa dibuka? Ya bisalah. Semua informasi di Indonesia ini bisa dibuka kalau ada ketetapan pengadilan supaya orang-orang yang memberi informasi ini tidak disalahkan,” ujar Bima.

Komnas HAM menargetkan akhir bulan ini dapat merampungkan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam proses TWK. Karena itu, Komnas HAM membuka pintu kepada para pihak untuk memberikan klarifikasi. 

"Kami ingin selesai awal bulan ini atau awal bulan depan," kata Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam. 

Anam memastikan, saat ini Komnas HAM sudah mendapat titik terang dari sejumlah dokumen dan keterangan para saksi. Menurutnya, berbagai instrumen itu sudah cukup dalam merangkai kesimpulan terkait aduan 75 pegawai KPK yang diberhentikan oleh proses TWK. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement