Senin 21 Jun 2021 23:25 WIB

Anita Wahid Desak Presiden Batalkan Pemecatan 51 Pegawai KPK

Pemberhentian pegawai KPK merupakan gejala regresi demokrasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Anita Wahid (kiri).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Anita Wahid (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Public Virtue Research Institute (PVRI) menyesalkan belum dibatalkannya keputusan pimpinan KPK yang memberhentikan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun sudah sebulan lebih. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun kembali didesak membatalkan keputusan pemberhentian tersebut.

“Pemberhentian pegawai KPK merupakan gejala regresi demokrasi yang menumpulkan institusi dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Akibatnya, kekuasaan pusat maupun daerah semakin sulit dikontrol. Kami mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan keputusan tersebut” kata Deputi Direktur PVRI, Anita Wahid ketika membawakan acara dwimingguan PVRI bertema “Delegitimasi KPK dan Regresi Demokrasi” secara daring, Ahad (20/6)

Baca Juga

Peneliti PVRI Naufal Rofi juga menyesalkan sikap diam kepolisian terhadap serangan-serangan teror terhadap pegawai KPK dan aktivis antikorupsi. “PVRI mencatat, sejak 2015 sampai 2019, terdapat delapan kasus kekerasan dan ancaman yang dialami pegawai KPK,mulai dari ancaman pembunuhan, penangkapan, pencurian peralatan penyidik, ancaman bom, serangan fisik, sampai percobaan penculikan. Baru-baru ini, ancaman terjadi melalui peretasan hingga doxing,” kata Naufal.

“Kami juga mendesak BKN agar membuka dokumen TWK. Presiden harus memastikan tidak ada pelanggaran hak-hak pegawai KPK dalam proses TWK. Presiden wajib menginstruksikan jajaran kepolisian agar mengusut segala bentuk teror dan ancaman kepada para pegawai KPK, baiksaat mengusut korupsi maupun saat mempertanyakan keputusan pimpinan KPK. Perlu ada pula perlindungan hukum dan jaminan keamanan,” Anita melanjutkan.  

Anita menuturkan, merujuk kajian Sydney Thomas Power yang mengemukakan, pelemahan KPK tak hanya dilakukan lewat metode kekerasan. Cara lainnya meliputi penempatan elite politik di luar jangkauan KPK, delegitimasi diskursif berupa labelisasi “taliban” terhadap penyidik-penyidiknya, pengangkatan perwira aktif polisi menjadi pimpinan KPK, dan pelemahan struktural serta agensial.

Yang terbaru, 51 pegawai KPK diberhentikan akibat tak lolos Tes Wawasan Kebangasaan (TWK) saat proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Tiga lembaga internasional seperti Transparency International, Greenpeace, dan Amnesty International pun sudah menyurati Presiden karena menilai pemberhentian ini tidak memiliki dasar hukum, menyalahi asas-asas good governance, dan merupakan diskriminasi sistematis, dan melanggar hak-hak asasi khususnya hak parapekerja.

"Pemecatan ini adalah episode baru dari rangkaian pelemahan KPK, terutama saat korupsi marak terjadi di berbagai sektor dan daerah, " tegas Anita.

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement