Selasa 22 Jun 2021 01:43 WIB

Kebutuhan Industri Kimia di Indonesia, 90 Persen Masih Impor

Dalam setahun Indonesia membutuhkan sekitar 1,2 juta ton soda ash.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Pekerja usaha sabun cuci piring rumahan mengisi botol kosong saat pengemasan produk. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Pekerja usaha sabun cuci piring rumahan mengisi botol kosong saat pengemasan produk. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Saat ini, hampir semua kebutuhan kimia dalam negeri dipenuhi dari luar negeri alias impor. Salah satunya soda ash yang merupakan bahan baku produk-produk yang dibutuhkan masyarakat seperti deterjen, kaca beserta produk turunannya seperti gelas, cermin, dan lain-lain hingga pasta gigi.

Menurut Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Hari Supriyadi, banyak produk yang dibutuhkan masyarakat berbahan baku soda ash yang pemenuhannya didominasi impor. Selain produk-produk yang saat ini banyak digunakan, kendaraan listrik yang disebut-sebut merupakan transportasi masa depan pun membutuhkan soda ash untuk pembuatan baterainya.

"Untuk baterai mobil listrik juga menggunakan soda ash. Jadi sangat banyak turunan dari soda ash. Tapi, kenapa Indonesia masih impor?," ujar Hari saat konferensi pers virtual terkait lomba esai nasional yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 80 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, Senin (21/6).

Hari mengatakan, dalam setahun Indonesia membutuhkan sekitar 1,2 juta ton soda ash. Dari jumlah itu, 90 persen dipenuhi dari hasil impor. "Kebutuhan di ASEAN 2,9 juta ton," katanya. 

Kebutuhan ini, kata Hari akan terus meningkat terutama jika penggunaan kendaraan listrik sudah semakin banyak. Sebagai contoh, kebutuhan soda ash di Tiongkok terus meningkat hingga 2 juta ton per tahun. 

Oleh karena itu, dia berharap, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan soda ash sendiri sehingga tidak perlu impor lagi. "Kita rindu memiliki industri kimia soda ash," katanya. 

Untuk mewujudkan hal itu, kata dia, sangat memungkinkan mengingat Indonesia memiliki bahan baku dan sumber daya manusia yang kompeten. "Kita punya resources yang kuat, kita punya banyak SDM yang mumpuni. Tapi, kenapa mencari mudahnya saja dengan memilih impor," katanya.

Terlebih, saat ini, terdapat pabrik kaca terbesar di Batang Jawa Tengah yang tentunya membutuhkan soda ash dalam jumlah yang besar. 

"Alangkah baik ya kalau pabrik kaca ini soda ash-nya disuplai dari dalam negeri. Agar memberi nilai tambah, menghemat devisa, membuka lapangan kerja, dan banyak sekali keuntungannya," katanya.

Hari menyebut, bahwa industri kimia termasuk soda ash pernah dibangun pada 1990-an. Karena, Indonesia kaya akan bahan baku soda ash.

"Ada kendala, saat krisis ekonomi 1998. Pernah juga dibangun di NTT yang dekat dengan sumber garam (bahan baku soda ash), tetap tak bisa juga," katanya 

Ketua panitia 80 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia Tirto Prakoso Brodjonegoro mengatakan, lomba esai nasional ini sebagai wadah sosialisi industri kimia di Indonesia. Menurutnya, soda ash atau umumnya dikenal sebagai soda abu merupakan suatu komponen dasar kimia yang kurang dikenal keberadaan dan fungsinya oleh masyarakat.

"Walaupun produk akhirnya sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Selain itu, kata dia, dalam jumlah yang aman, soda abu juga digunakan dalam industri pangan setelah melalui sejumlah proses tertentu. Dengan begitu, dia berharap, lomba esai ini diharap dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian akan industri kimia di Indonesia. 

"Selain sebagai wadah sosialisasi akan industri soda ash dan manfaatnya, lomba esai ini diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan industri di dalam negeri," katanya. 

Menurutnya, lomba esai ini terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia, baik mahasiswa, pelaku industri, pendidik, maupun masyarakat umum. Siapa pun dapat mengirimkan karya esainya melalui email 80 tahun [email protected].

Lomba yang memperebutkan hadiah total Rp 100 juta ini akan diampu oleh juri dari civitas akademi dan pelaku industri yaitu Muh Khayam, Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Kementerian Perindustrian RI Johnny Darmawan, Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian, Kadin Indonesia Heru Dewanto, dan Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Hari Supriyadi, dan guru besar Teknik Kimia ITB Dwiwahju Sasongko. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement