Senin 21 Jun 2021 10:30 WIB

Presiden Tiga Periode, PKS: Pikiran Kotor Melawan Konstitusi

Nabil mengatakan PKS konsisten menolak isu presiden tiga periode.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Departemen Politik DPP PKS Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, wacana atau isu presiden tiga periode sebagai bentuk provokasi dan pikiran kotor melawan konstitusi.
Foto: Republika/Mardiah
Ketua Departemen Politik DPP PKS Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, wacana atau isu presiden tiga periode sebagai bentuk provokasi dan pikiran kotor melawan konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Politik DPP PKS Nabil Ahmad Fauzi menyikapi isu wacana presiden tiga periode. Menurutnya, wacana tersebut bentuk provokasi dan pikiran kotor melawan konstitusi.

"Tidak hanya mematikan semangat reformasi, tapi akan mengembalikan Indonesia kembali ke zaman kegelapan demokrasi," kata Nabil kepada Republika, Senin (21/6).

Baca Juga

Ia mengatakan, Presiden Jokowi telah menyatakan penolakannya terhadap wacana tersebut. Bahkan, Presiden juga telah menyebut bahwa usulan itu muncul dari pihak yang hanya cari muka, serta bisa menjerumuskan dirinya untuk tidak mentaati UUD NRI Tahun 1945 dan amanat reformasi.

"Sampai hari ini pun, belum ada satu pun usulan legal atau formal baik dari Istana, individu, dan juga secara resmi oleh satu pun anggota MPR ke pimpinan MPR untuk amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait masa jabatan presiden menjadi 3 periode tersebut," kata dia.

Nabil mengatakan PKS konsisten menolak isu presiden tiga periode. Lagipula, ia menilai tak ada alasan spesial untuk melanjutkan kepemimpinam Presiden Jokowi saat ini.

"Tercatat, Indeks demokrasi menurun, KPK melemah, ekonomi stagnan, penanganan Covid keteteran, pembelahan di masyarakat, anomali penegakan hukum serta inkonsistensi pernyataan dengan kebijakannya," ujarnya.

Bagi PKS, seberapapun hebatnya presiden Indonesia cukup dibatasi dua periode. Menurut Nabil, pada aspek itulah justru mereka diuji kompetensi kepemimpinannya untuk memberikan dampak yang paling luar biasa dalam ruang waktu maksimal 10 tahun.

"Justru yang harus dilakukan saat ini adalah memperbaiki sistem presidensial agar efektif dalam menciptakan pemerintahan yang kuat dan efektif," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement