Jumat 18 Jun 2021 21:45 WIB

Mbah Manan, Penumpas PKI Banyuwangi dengan Rotan 'Sakti'

Mbah Manan terkenal sebagai sosok ulama yang sakti penumpas PKI

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Mbah Manan terkenal sebagai sosok ulama yang sakti penumpas PKI. Ilustrasi santri
Foto: Republika/ Wihdan
Mbah Manan terkenal sebagai sosok ulama yang sakti penumpas PKI. Ilustrasi santri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama yang hidup di era kemerdekaan tidak hanya memiliki ilmu agama yang mendalam, tapi juga memiliki ilmu hikmah dan kesaktian. Salah satu ulama pejuang yang terkenal sakti adalah KH Abdul Manan dari Banyuwangi.

Mbah Manan, panggilan yang tidak asing lagi bagi umat Islam d Banyuwangi, Jawa Timur. Ulama NU yang karismatik ini dijuluki sebagai Kiai Jadug alias kiai sakti dan jago gelut. Ia mampu melawan berandalan dan perampok pada masanya dan turut berperan bagi pejuang kemerdekaan. 

Baca Juga

Saat perlawanan melawan penjajah Jepang dan Belanda, tidak sedikit kiai yang ditangkap oleh para penjajah pada masa itu, seperti KH Manshur (Sidoresmo), Kyai Moh Ilyas, KH Askandar, dan lain-lain. Namun, Mbah Manan selalu lolos dari setiap jeratan pejajah. Pada saat itu, Mbah Manan diungsikan oleh para santri dan masyarakat di rumah-rumah penduduk.

Setelah Indonesia meraih kemerdekannya, muncullah gerakan pemberontakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang dikenal dengan gerakan G30 S/PKI. Pergerakan komunis yang membabi buta mengakibatkan banyak kiai dan santri menjadi korban PKI.

Melihat hal itu, Mbah Manan yang terkenal dengan kesaktiannya akhirnya bertindak. Saat kaum santri menjadi sasaran kaganasan orang-orang PKI, Mbah Manan memberikan jimat kepada santri dan masyarakat sekitar berupa kayu rotan.

Mbah Manan mendoakan rotan-rotan itu untuk dipergunakan para santri dan masyarakat melawan dan melumpuhkan orang-orang PKI yang masih sering berkeliaran di daerah Banyuwangi. Dengan kayu inilah masyarakat dan santrinya mengalahkan keganasan orang-orang PKI.

Namun, tidak hanya rotan yang dapat diisi doa-doa oleh Mbah Manan. Tidak sedikit orang yang datang sambil membawa barang kesayangannya untuk didoakan oleh Manan, seperti cincin, sorban, peci, dan lain-lain. Kelebihan tersebut tentu bukanlah sesuatu yang di dapat secara instan, tetapi buah dari riyadhah yang sering ia lakukan selama hidupnya.  

Setelah melakukan pengabdian terhadap agama dan negara, Mbah Manan akhirnya berpulang ke ramahatullah. Ia wafat pada Jumat Kliwon pada 15 Syawal 1399 Hijriyah atau bertepatan dengan 1979 Masehi. Jenazahnya dimakamkan di sekitar Pondok Pesantren Minhajut Thullab, Sumberberas, Muncar, Banyuwangi.

Mbah Manan telah mewariskan pondok pesantrennya untuk bangsa Indonesia. Pesantren Mbah Manan tersebut telah berkembang luar biasa menjadi pesantren modern dan memiliki cabang hingga luar jawa. Para santrinya sampai saat ini juga selalu menggelar Haul lmarhum almaghfurlah KH Abdul Mannan.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement