Jumat 18 Jun 2021 18:17 WIB

Peralatan Shelter Tsunami di Padang Dicuri

Pencurian peralatan itu mengganggu proses mitigasi tsunami di Kota Padang.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus Yulianto
 Bangunan shelter tsunami.
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Bangunan shelter tsunami.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang Barlius mengatakan, terjadi pencurian peralatan shelter tsunami di Kota Padang. Barlius menyesalkan perbuatan orang tidak bertanggung jawab tersebut karena mengganggu proses mitigasi tsunami di Kota Padang.

"Di sana, aki dan kabelnya dicuri. Pencurian ini tentu sangat disayangkan, karena akan mengganggu proses mitigasi,” kata Barlius, Jumat (18/6).

Barlius menyebut peralatan shelter tsunami yang dicuri itu berlokasi di Masjid Nurul Haq Parupuk Tabing. Selama ini, menurut dia, masyarakat di sekitar lokasi sudah cukup baik menjaga dan mengelolanya.

Untuk mengantisipasi tidak terulangnya kasus pencurian peralatan di shelter tsunami tersebut, BPBD Padang merancang pencegahannya dengan memperkuat pengamanan tempat peralatan.

Barlius menyebut, saat ini, di Kota Padang terdapat sebanyak 3 shelter. Pada tahun 2021 ini tidak ada penambahan.

“Kita akan berusaha menambahnya lagi dengan meminta bantuan ke PUPR dan BNPB. Setidaknya, 2 shelter lagi untuk di daerah Padang Sarai dan Purus," ucap Barlius.

Masih terkait mitigasi tsunami dan gempa bumi di Kota Padang dan Sumbar, pakar gempa dari Universitas Andalas (Unand) Badrul Mustafa menyebutkan, ada empat syarat atau kondisi bisa terjadi tsunami setelah gempa. Keempat syarat itu harus terjadi sekaligus.

“Kalau satu saja syarat itu tidak terpenuhi, maka tidak terjadi tsunami,” kata Badrul.

Keempat syarat tersebut, yakni pertama, episentrum di dasar laut. Kedua, kekuatan gempa yang menimbulkan tsunami dan biasanya kekuatannya 7 SR ke atas.

“Ada sedikit terjadi tsunami dengan kekuatan gempa 6,5 SR hingga 7 SR. Pada umumnya 7 SR ke atas,” ucap Badrul.  

Kemudian yang ketiga adalah kedalaman pusat gempa di bawah 30 Km dari permukaan. Badrul menyebut ada 3 penggolongan kedalaman gempa.

Yakni gempa dangkal, gempa yang kedalamannya sampai 60 kilometer. Lalu kedalaman 60 sampai 300 kilometer yakni gempa sedang. Sedangkan lebih dari 300 kilometer adalah gempa dalam. Jadi, semakin dangkal pusat gempa, risiko, intensitas atau dampak yang dirasakan terhadap kehidupan akan lebih besar.

Syarat keempat terjadi tsunami adalah gempa megathrust. “Kalau kita perhatikan gempa yang terjadi pada 12 September 2007 dengan kekuatan 8,4 SR, kemudian gempa susulan di atas 7 SR. Ini memenuhi syarat untuk terjadi tsunami karena gempanya besar dan dangkal. Namun tidak terjadi tsunami. Kenapa? Karena tidak terjadi di Megathrust,” ujar Badrul.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement