Jumat 18 Jun 2021 15:11 WIB

Puslitbang Kemenag: PPN Berat Bagi Madrasah Swasta

Kebanyakan madrasah swasta masih terakreditasi C bahkan ada yang belum terakreditasi

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Rumah Zakat memberikan penyuluhan Siaga Bencana kepada pelajar di Sabang, tepatnya di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Balohan. Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama antara PT Pertamina (Persero) FUEL Terminal Sabang dengan Rumah Zakat di bidang pendidikan.
Foto: Rumah Zakat
Rumah Zakat memberikan penyuluhan Siaga Bencana kepada pelajar di Sabang, tepatnya di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Balohan. Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama antara PT Pertamina (Persero) FUEL Terminal Sabang dengan Rumah Zakat di bidang pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada sektor jasa pendidikan terus menuai sorotan. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda) Balitbang Kementerian Agama Sunarini menjelaskan, PPN akan berdampak kepada madrasah dimana hampir 90 persen madrasah yang ada berstatus swrasta.

Data Kementerian Agama tentang jumlah madrasah tahun 2020 menunjukkan  untuk madrasah negeri  berjumlah 4.010 sedangkan swasta 78.408.  Menurut Sunarini, kebanyakan madrasah swasta masih terakreditasi C bahkan ada yang belum terakreditasi. “Maka dengan itu saya pikir menjadi berat,”ujar Surarini kepada Republika Online belum lama ini. 

Dia menegaskan,  mayoritas siswa madrasah memang merupakan golongan ekonomi  rendah. Karena itu,  untuk madrasah yang terakreditasi C dan belum terakreditasi apabila dibebankan pajak akan memberatkan juga bagi orang tua untuk berpartisipasi dalam pendidikan. 

“Apalagi kalau orang tuanya terkena dampak pandemi Covid-19 pada pekerjaannya, itu akan semakin memberatkan untuk memfasilitasi siswa, belajar mereka akan terkendala juga,”jelas dia. 

Dia menjelaskan, pengenaan PPN hanya mungkin bagi madrasah yang terakreditasi A.  Madrasah dengan level tersebut memiliki standar pembelajaran yang terpenuhi. Mereka memiliki sarana, fasilitas, kualitas guru dan metode mengajar, manajemen yang bagus. “Artinya pada posisi itu mungkin madrasah lebih siap dibanding madrasah dengan akreditasi di bawah. Jadi saya pikir kalau bisa digunakan itu sebagai salah satu indikator itu bisa juga. Mungkin lebih siap yang terakreditasi A,”jelas dia.

Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama KH Arifin Junaidi menegaskan, LP M'arif NU PBNU dengan tegas menolak rencana penghapusan bebas pajak bagi lembaga pendidikan. Kiai Arifin meminta pemerintah membatalkannya.

LP Ma'arif NU, kata KH Arifin, telah bergelut di bidang pendidikan jauh sebelum Indonesia merdeka. Lembaga ini menaungi sekitar 21.000 sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia, sebagian besar berada di daerah 3T. “Jangankan menghitung komponen margin dan pengembalian modal, dapat menggaji tenaga didik kependidikan dengan layak saja merupakan hal yang berat,” ujar dia.

Dia menjelaskan, gaji tenaga didik kependidikan di lingkungan LP Ma'arif NU  masih jauh dari layak, bahkan jauh di bawah standar upah minimum. Padahal tugas, posisi dan fungsi guru tak berada di bawah buruh.“Ini bertentangan dengan  upaya mencerdaskan bangsa yang menuntut peran pemerintah dan keterlibatan masyarakat. Harusnya pemerintah mendukung partisipasi masyarakat,” ujar dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement