Kamis 17 Jun 2021 22:05 WIB

Karantina Pertanian Manado: Waspadai AfricanSwine Fever

ASF sangat ganas karena dapat menyebabkan kematian hingga 100 persen pada ternak

Babi Ternak (Ilustrasi). Kepala Karantina Pertanian Manado, Badan Karantina Pertanian, Donni M Saragih mengajak peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut) mewaspadai African Swine Fever (ASF).
Foto: Pixabay
Babi Ternak (Ilustrasi). Kepala Karantina Pertanian Manado, Badan Karantina Pertanian, Donni M Saragih mengajak peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut) mewaspadai African Swine Fever (ASF).

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kepala Karantina Pertanian Manado, Badan Karantina Pertanian, Donni M Saragih mengajak peternak babi di Sulawesi Utara (Sulut) mewaspadai African Swine Fever (ASF).

"Penyakit yang diduga African Swine Fever (ASF) merebak di beberapa wilayah Indonesia seperti Manokwari dan Berau, Kalimantan Timur. Tentu ini harus menjadi perhatian bagi peternak babi di daerah ini," sebut Donni di Manado, Kamis (17/6).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, populasi babi Sulut menempati posisi ke empat terbanyak di Indonesia yakni mencapai 400 ribu ekor. Donni menyebutkan, penyakit ASF pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2019 melalui daerah Sumatera Utara, wabah tersebut dilaporkan menyebar ke daerah lain.

Walaupun tidak bersifat zoonosis atau menular ke manusia, namun virus tersebut sangat ganas karena dapat menyebabkan kematian hingga 100 persen pada ternak babi. Selain melalui babi dan produk turunannya, virus ini dapat menular melalui pakan, alat transportasi, pekerja kandang, alat-alat pada kandang dan lain sebagainya.

"Posisi Sulut saat ini sudah terkepung oleh daerah wabah ASF termasuk juga ancaman penyebaran dari negara tetangga kita, Filipina," sebutnya.

Ia menambahkan, kewaspadaan harus ditingkatkan lagi mengingat banyak warga Sulut yang menggantungkan ekonominya dari sektor tersebut. Belajar dari kasus ASF di negara lain, lanjut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia yaitu pemasukan daging babi dan produk babi lainnya baik impor, domestik dalam negeri. Begitu juga berasal dari sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara yang masuk dari negara atau daerah yang sedang wabah ASF dimana kebanyakan tidak dibuang namun diolah kembali menjadi pakan ternak, jelasnya.

Ketua Asosiasi Peternak Babi Sulut, Gilbert Wantalangi, berharap langkah efektif dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif, termasuk kontribusi Karantina Pertanian dan dinas-dinas terkait. Selanjutnya, Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sulut drh Hanna O. Tioho menambahkan, perlunya meningkatkan kewaspadaan serta sosialisasi dinas teknis kabupaten dan kota ke peternak babi yang ada di Sulut.

"Kami juga mengimbau kepada peternak agar membatasi atau melarang masuk ke kandang tamu yang datang dari luar Sulut," harap Hanna.

Berdasarkan data lalu lintas pertanian dari IQFAST, Barantan, sampai Mei 2021 pengiriman daging babi Sulut ke berbagai wilayah seperti Maluku, Papua sampai ke Jakarta mencapai 450 ton. Dan angka ini meningkat sangat signifikan dibanding periode yang sama di tahun 2020 yang hanya 93 ton saja.

"Hal ini tentu menjadi berkah buat Sulut karena masih bebas dari ASF. Peningkatan terbesar karena mensuplai kebutuhan di Jakarta dan Tangerang. Untuk itu, mari kita perkuat kewaspadaan dan sinergitas semua pihak agar ASF tidak masuk ke Sulut," ajak Donni.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement