Kamis 17 Jun 2021 09:58 WIB

Hasil Uji Coba Vaksin CureVac Jerman Gagal Penuhi Target

Efektivitas CureVac hanya 47 persen

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Vaksin Covid-19 (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Vaksin Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN — Uji coba vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari perusahaan farmasi CureVac di Jerman menunjukkan efektivitas hanya sebesar 47 persen, yang berarti gagal memenuhi harapan. 

 

Baca Juga

Hasil awal dari uji coba fase kedua dan ketiga pada 40.000 subjek di 10 negara Eropa dan Amerika Latin menunjukkan bahwa suntikan vaksin CureVac tidak memenuhi kriteria keberhasilan statistik yang telah ditentukan. Menurut perusahaan, salah satu faktor utama dari kegagalan ini adalah varian baru dari Covid-19. 

 

Dalam konteks yang belum pernah terjadi, setidaknya 13 varian yang beredar dalam subset populasi penelitian dinilai pada analisis sementara ini. Vaksin dari CureVac yang disebut sebagai CVnCoV menunjukkan kemanjuran vaksin sebesar 47 persen untuk Covid-19 dengan tingkat keparahan apapun. 

 

“Analisis awal menunjukkan kemanjuran yang bergantung pada usia dan varian virus,” ujar CureVac dalam sebuah pernyataan, dilansir RT pada Kamis (17/6). 

CureVac mengatakan diharapkan hasil efektivitas tersebut hanya sementara. CEO perusahaan, Franz-Werner Haas mengatakan kemanjuran tinggi dalam keragaman varian yang belum pernah terjadi sebelumnya merupakan tantangan. 

 

“Kemanjuran vaksin secara keseluruhan dapat berubah,” jelas Haas. 

Analisis sementara menilai 134 kasus Covid-19 yang terjadi setidaknya dua minggu setelah dosis kedua vaksin diberikan. Sebanyak 124 di antaranya dilaporkan berhasil diurutkan untuk mengidentifikasi varian. 

 

Hanya satu kasus yang dilaporkan sejauh ini disebabkan oleh virus asli virus corona jenis baru. Hasil awal juga menunjukkan kemanjuran pada peserta dałam uji coba yang berusia lebih muda, tetapi tidak pada orang yang berusia lebih dari 60 tahun.

CureVac mengatakan telah melaporkan hasil uji coba ke European Medicines Agency.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement