Selasa 15 Jun 2021 18:22 WIB

Ini Respon KY Terkait Pengurangan Hukuman Eks Jaksa Pinangki

KY tak bisa menilai benar atau salah soal putusan pengurangan hukuman Pinangki.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Pinangki Sirna Malasari
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pinangki Sirna Malasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Miko Ginting, mengatakan pihaknya tak bisa menilai benar atau salah suatu putusan pengadilan. Miko menyebut, KY hanya berwenang mendalami perilaku hakim dalam mengadili suatu perkara.

Pernyataan ini menanggapi permintaan Indonesia Corruption Watch (ICW) agar KY menelusuri kejanggalan di balik putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dalam putusan PT DKI, Pinangki yang semestinya dihukum 10 tahun dipangkas menjadi 4 tahun penjara. 

Baca Juga

"Dengan basis peraturan perundang-undangan saat ini, Komisi Yudisial tidak diberikan kewenangan untuk menilai benar atau tidaknya suatu putusan. Namun, KY berwenang apabila terdapat pelanggaran perilaku dari hakim, termasuk dalam memeriksa dan memutus suatu perkara," kata Miko dalam keterangannya, Selasa (15/6). 

Miko menuturkan, UU yang ada saat ini memberikan kewenangan bagi KY untuk menganalisis putusan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk rekomendasi mutasi hakim. Putusan yang dianalisis pun harus sudah berkekuatan hukum tetap dan tujuannya untuk kepentingan rekomendasi mutasi.

"Keresahan publik terhadap putusan ini sebenarnya bisa dituangkan dalam bentuk eksaminasi publik oleh perguruan tinggi dan akademisi. Dari situ, dapat diperoleh analisis yang cukup objektif dan menyasar pada rekomendasi kebijakan," ujar Miko. 

"Sekali lagi, peraturan perundang-undangan memberikan batasan bagi KY untuk tidak menilai benar atau tidaknya suatu putusan. KY hanya berwenang apabila terdapat dugaan pelanggaran perilaku hakim," katanya.

PT DKI Jakarta memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari sebelumnya 10 tahun menjadi empat tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Putusan itu diambil oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada 14 Juni 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement