Senin 14 Jun 2021 17:25 WIB

Di Balik Cover Republika Berisi Kliping Judul Covid-19

Cover ini diharapkan bisa mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Mas Alamil Huda
Cover Republika Edisi Senin, 14 Juni
Foto: Republika
Cover Republika Edisi Senin, 14 Juni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka kasus Covid-19 di Tanah Air  kembali melonjak dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan angka Covid-19 ini juga diikuti dengan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit khusus Covid-19 yang juga semakin meningkat.

Seperti di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, persentase ketersedian tempat tidur pasien Covid-19 hanya tersisa 19 persen, per Ahad (13/6) pagi. Ketersediaan tempat tidur yang semakin menipis ini karena jumlah pasien masuk rata-rata sekitar 403 orang per hari.

Di beberapa tempat, ada satu RW yang dikarantina karena Covid-19, para tenaga kesehatan dan penggali kubur juga mulai kewalahan karena kasus meninggal akibat Covid-19 mulai kembali meninggi.

Hal ini yang membuat Harian Umum Republika mengeluarkan halaman depan (cover) peringatan Covid-19 dari potongan judul (kliping) pemberitaan Covid-19 selama sepekan terakhir ini. Potongan-potongan judul yang diambil antara lain; Penggali Kubur Kewalahan, Satu RW Dilockdown, Penyekatan Diperpanjang Lagi, Tren Penularan Dalam Keluarga, OTG Semakin Banyak, dan judul berita lainnnya disatukan dalam satu halaman muka dengan menyelipkan simbol penggunaan masker.

Cover ini diharapkan bisa mengingatkan masyarakat untuk kembali meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19. Sebab, masyarakat saat ini dinilai mulai kendor terhadap protokol kesehatan maupun 3M.

"Ini adalah cover yang memang kita buat untuk mengingatkan orang untuk kembali ketat pada ikhtiar mencegah Covid-19, karena angka angka Covid-19 naik terus, rumah sakit penuh, dan segala macam," kata Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi, Senin (14/6).

Irfan mengatakan, halaman muka Republika edisi Senin 14 Juni itu, sengaja didesain dengan mengambil potongan judul berita Covid-19 selama beberapa waktu terakhir. Ini untuk menunjukan ke masyarakat, potret fenomena Covid-19 yang kembali meninggi di Tanah Air.

Menurutnya, pesan peringatan Covid-19 sengaja juga tidak lagi disampaikan melalui angka-angka kasus Covid-19 yang rumit. "Kita bikin potongan-potongan judul itu supaya lebih mudah untuk ditangkap, betul betul dicerna, misal satu RW dilockdown, dan petugas nakes kewalahan itu adalah potret atau fenomena yang terjadi akibat lonjakan angka angka," kata Irfan.

"Karena kalau disampaikan dalam teks yang panjang kan kekuatan orang hari ini untuk membaca teks panjang kan sudah berkurang. Jadi mending pakai seperti kliping judul pendek-pendek mudah dicerna tapi pesannya sampai," tambah Irfan.

Selain itu, Republika juga tetap menyelipkan simbol masker pada halaman muka edisi kliping judul Covid-19 sebagai pengingat masyarakat agar senantiasa menerapkan protokol kesehatan dan 3M yakni menggunakan masker, menjaga jarak atau menghindari kerumunan dan mencuci tangan.

Sebab, masyarakat di beberapa tempat sudah mulai mengendorkan protokol kesehatan tersebut. "Jangan karena capek atau apa kemudian kita lengah, lepas masker berkerumun, kumpul kumpul dan segala macam yang membuat angka ini terus bertambah," katanya.

Irfan juga mengungkapkan, cover Republika hari ini juga bagian dari keprihatinan terhadap peningkatkan kasus Covid-19. Menurutnya, setelah sebelumnya sempat berhasil menekan laju kasus, Covid-19 justru kembali melonjak karena kelengahan berbagai pihak. "Karena kelengahan kita harus kembali ke titik awal," kata Irfan.

Wakil Redaktur Pelaksana Desain Republika Kumara Dewatasari mengatakan, selama ini Republika sudah sering menyampaikan konsep halaman muka berisi imbauan-imbauan, maupun angka-angka kasus Covid-19. Namun, imbauan ini dinilai sudah biasa dan kurang efektif sampai ke masyarakat.

Karenanya, pilihan cover dengan kliping judul Covid-19 ini dipilih karena dinilai lebih efektif menyampaikan pesan kepada masyarakat, khususnya bagaimana untuk menghentikan judul-judul berita ini.

"Itu pesan yang paling esensial gimana kita sebagai orang pers berupaya menghentikan agar tidak ada lagi pemberitaan seperti itu, dengan simbol itu, bagaimana kita menyampaikan pesan tidak menyenangkan, tidak lagi memaparkan data karena itu sudah sering," kata Kumara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement