Jumat 04 Jun 2021 07:09 WIB

Kontribusi Sektor Halal Diharapkan Signifikan Bagi Ekonomi

Pada 2020 ekonomi Indonesia terkoreksi 2,1 persen, sektor halal terkoreksi 1,7 persen

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Dirjen Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih , Designer Fashion Muslim Itang Yunasz, dan Director Beema Honey Fransisca Natalia (dari kiri) berbincang usai konferensi pers Indonesia Industrial Moslem Exhibition (ii-motion) di Jakarta, Selasa (25/5). Kementerian Perindustrian akan menyelenggaraan Indonesia Industrial Moslem Exhibition (ii-Motion) secara virtual pada 3-5 Juni 2021. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses pasar kepada pelaku Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya yang bergerak di bidang fesyen muslim dan produk halal sehingga mampu berdaya saing secara global. Foto: Tahta Aidilla/Republika.
Foto: Tahta Aidilla/ Republika
Dirjen Industri Kecil, Menengah dan Aneka, Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih , Designer Fashion Muslim Itang Yunasz, dan Director Beema Honey Fransisca Natalia (dari kiri) berbincang usai konferensi pers Indonesia Industrial Moslem Exhibition (ii-motion) di Jakarta, Selasa (25/5). Kementerian Perindustrian akan menyelenggaraan Indonesia Industrial Moslem Exhibition (ii-Motion) secara virtual pada 3-5 Juni 2021. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses pasar kepada pelaku Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya yang bergerak di bidang fesyen muslim dan produk halal sehingga mampu berdaya saing secara global. Foto: Tahta Aidilla/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2021 masih mengalami kontraksi sebesar minus 0,74 persen. Meski begitu, perekonomian nasional diprediksi akan terus menuju jalur positif pada kuartal II 2021.

Salah satu sektor yang diharapkan memberi sumbangan signifikan terhadap pemulihan ekonomi Indonesia yakni sektor halal. Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah dari Bank Indonesia menunjukkan, sektor halal memiki ketahanan cukup baik pada masa pandemi. 

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, di saat perekonomian Indonesia terkoreksi cukup dalam sebesar 2,1 persen pada 2020, sektor halal tercatat hanya mengalami koreksi sebesar 1,7 persen. Pemerintah pun memberi perhatian khusus terhadap sektor tersebut, karena potensinya sangat besar.

Industri Halal dunia diperkirakan akan terus berkembang pesat sejalan dengan meningkatnya populasi dan kesejahteraan penduduk muslim dunia. Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy Report 2019-2020, populasi penduduk muslim diperkirakan akan mencapai sekitar 2,2 miliar jiwa pada 2030 atau tumbuh sekitar 29,4 persen dibandingkan populasi pada 2014.

Dari sisi kesejahteraan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) diproyeksi akan tumbuh 6,2 persen pada 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia yang diperkirakan sebesar 5,8 persen. PDB per kapita negara OKI juga diperkirakan tumbuh 4,3 persen pada 2023.

Searah dengan tren industri halal dunia, Indonesia sebagai negara penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia juga dinilai berpotensi mengembangkan sektor halal. Total konsumsi produk halal penduduk Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai 218,8 miliar dolar AS atau tumbuh 5,3 persen per tahun. 

Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy Report 2020-2021, peringkat nilai indikator ekonomi Islam Indonesia berada pada peringkat ke-4 dunia, naik 1 peringkat dari posisi tahun sebelumnya. “Dalam rangka mendukung pengembangan sektor halal, sebagai bagian dari implementasi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah telah menerbitkan PP No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal,” ujar Plt Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso secara virtual, ia mewakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam pembukaan FGD bertema 'Kemudahan Sertifikasi Halal dalam rangka Mendukung Pengembangan UMKM dan Pariwisata Halal' yang diadakan di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (3/6).

PP tersebut, kata dia, diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kepastian bagi seluruh pelaku usaha demi mendapatkan sertifikasi halal. Kemudian, mengingat sektor halal kebanyakan dijalankan oleh pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka pemerintah turut memperkuat komitmennya untuk pengembangan UMKM melalui penerbitan PP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

“Kedua PP tersebut diharapkan akan mendorong lebih jauh pengembangan sektor halal dan UMKM. Khususnya di daerah-daerah yang memiliki keunggulan di bidang tersebut seperti daerah Provinsi NTB ini,” kata Susiwijono.

Ia pun menjelaskan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menetapkan NTB sebagai salah satu dari 10 destinasi pariwisata halal yang akan dipercepat pengembangannya. Pemilihan ini dirasa sangat tepat mengingat reputasi NTB sebagai destinasi wisata halal yang telah mendapat pengakuan internasional.

Laporan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019 menunjukkan bahwa Lombok NTB menduduki peringat pertama untuk destinasi wisata ramah muslim. Pencapaian ini juga sejalan dengan pengakuan internasional yang diperoleh Lombok sebagai World Best Halal Tourism Destination pada kesempatan the World Halal Travel Summit 2015.

Reputasi NTB sebagai destinasi wisata halal merupakan buah dari upaya kolaboratif dari pemerintah pusat dan daerah yang terus berusaha membangun, memperbaiki serta memfasilitasi kebutuhan industri pariwisata halal. Dengan begitu, wisatawan khususnya wisatawan muslim mancanegara dapat merasa nyaman selama berwisata karena kebutuhannya dapat terpenuhi.

Salah satu kebutuhan wisatawan muslim yakni tempat beribadah, dan NTB sendiri memiliki julukan Pulau 1000 Masjid. Hal ini merupakan nilai jual untuk menarik semakin banyak lagi wisatawan muslim datang. Sementara, bagi kebutuhan makanan halal, Pemerintah Provinsi NTB sudah membuat aturan ketat terkait makanan yang disajikan restoran-restoran atau toko oleh-oleh di lokasi wisata, yakni para pelaku usaha wajib menyediakan makanan halal. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement