Sabtu 29 May 2021 22:46 WIB

Belajar Penerapan Prokes dari Sekolah Percontohan di Jakarta

Tiap sekolah yang hendak membuka PTM wajib memenuhi penilaian dan daftar periksa.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah kepala sekolah SDN di bawah Dinas Pendidikan DKI Jakarta melakukan kunjungan ke sekolah percontohan penerapan protokol kesehatan, Sekolah Prancis Jakarta atau Lycee Francais Jakarta (LFJ) Jumat (28/5).
Foto: Fauziah Mursid
Sejumlah kepala sekolah SDN di bawah Dinas Pendidikan DKI Jakarta melakukan kunjungan ke sekolah percontohan penerapan protokol kesehatan, Sekolah Prancis Jakarta atau Lycee Francais Jakarta (LFJ) Jumat (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia, tepatnya sejak diumumkan kasus pertama pada awal Maret 2020. Dua pekan berselang, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan untuk beraktivitas dari rumah, baik bekerja, belajar dan beribadah.

Kini, setelah 14 bulan berlalu, kegiatan bekerja perlahan kembali normal dengan penerapan protokol kesehatan, begitu juga dengan beribadah. Namun, tidak untuk kegiatan belajar mengajar, khususnya di wilayah dengan tingkat penyebaran virus Covid-19 cukup tinggi seperti Jabodetabek, yang hingga kini belum kembali normal.

Karena itu, pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan, sekolah sudah harus memulai kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) pada Juli 2021 ini. Namun pembukaan sekolah tatap muka ini tentu tidak bisa dilakukan sesuka hati tanpa persiapan matang di tengah pandemi Covid-19.

Tiap sekolah yang hendak membuka PTM wajib melalui penilaian dan memenuhi daftar periksa protokol kesehatan (prokes). Selain itu, kapasitas pembelajaran tatap muka juga harus dikurangi 50 persen.

Satu di antara sekolah yang telah memenuhi penilaian dan dibolehkan membuka sekolah tatap muka adalah sekolah internasional Perancis Jakarta. Sekolah ini adalah salah satu sekolah pertama di Jakarta yang disetujui sebagai sekolah percontohan oleh Kemendikbud Ristek dalam penerapan protokol kesehatan per Mei ini.

Tak hanya itu, Kemendikbud Ristek juga meminta Sekolah Perancis Jakarta untuk mempresentasikan penerapan prokes di sekolah tersebut ke kepala sekolah dasar negeri (SDN) di Jakarta yang dipilih Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sudah 10 kepala sekolah SDN yang melakukan kunjungan Sekolah Perancis Jakarta untuk melihat penerapan prokes di sekolah tersebut. Termasuk kunjungan pada Jumat (28/5), lima kepala sekolah, masing-masing dari SDN Rambutan 1, SDN Kelapa Dua Wetan 06, SDN Susukan 08, meninjau penerapan prokes di Sekolah Perancis Jakarta. Mereka diajak berkeliling melihat kegiatan belajar mengajar siswa dari mulai tiba di sekolah hingga pulang sekolah.

Secretaire de Direction Sekolah Perancis Jakarta sekaligus PIC sekolah percontohan penerapan prokes, Elys Siagian, mengatakan, sekolahnya menerapkan prokes yang ketat bagi siswa, pengajar maupun staf-stafnya. 

Sejak pintu masuk, siswa wajib menggunakan masker, melewati pengecekan suhu tubuh secara bergantian, mencuci tangan. Tak hanya itu, sekolah itu mendesain alur masuk dan ke luar sekolah berbeda ditandai dengan arah tanda panah.

Siswa dan pengunjung diwajibkan mengikuti alur yang tersedia, mulai masuk area sekolah, tangga, menuju kelas hingga pintu ke luar. Tujuannya agar siswa tidak saling bertemu berlawanan satu sama lain. Di ruangan kelas pun, jeda meja siswa satu dengan yang lainnya berjarak sekitar satu meter.

Kapasitas siswa di tiap tiap kelas juga terbatas, karena jumlah siswa per kelas di Sekolah Perancis Jakarta memang maksimal 16 orang. Apalagi, sekolah itu juga menerapkan sistem belajar campuran (blended learning) antara luring di sekolah dan daring dari rumah.

Sebab, Sekolah Perancis Jakarta juga memberikan pilihan kepada orang tua siswa, untuk mengizinkan anaknya belajar tatap muka di sekolah atau tetap belajar dari rumah. Kedua pilihan itu diakomodasi oleh para pengajar di sekolah itu.

Fasilitas yang mendukung penerapan prokes juga tersedia. hampir tiap sudut kelas menyediakan fasilitas cuci tangan dan hand senitizer. Sementara, fasilitas umum yakni kamar mandi di sekolah, pintu luarnya dibiarkan terbuka untuk meminimalisasi siswa memegang gagang pintu.

Sekolah Perancis Jakarta juga menyediakan ruangan kesehatan bagi siswa yang sakit saat sedang mengikuti pelajaran. Khusus bagi siswa yang dalam kondisi demam tinggi, juga disediakan ruangan khusus isolasi sebelum nantinya dijemput oleh orang tuanya.

Namun, selama sebulan pelaksanaan belajar tatap muka percontohan itu, Elys menyatakan, belum ada siswa Lycee Francais yang sakit atau diisolasi karena Covid-19. "Selama ini tidak ada kasus, ada satu kasus tapi itu siswa yang belajar dari rumah yang terinfeksi setelah liburan," kata Elys.

Elys juga mengungkapkan, PTM hanya dilakukan tiga hari dalam sepekan yakni Senin, Rabu, dan Jumat. Karena, di luar hari itu, sekolah dibersihkan dan dilakukan disinfeksi. Selain itu, proses disinfeksi juga dilakukan secara berkala usai pergantian kelas berakhir. 

Elys berharap kunjungan Kepala Sekolah SD DKI Jakarta ini juga berguna dalam penerapan prokes di sekolah-sekolah saat kegiatan belajar tatap muka dimulai. "Kami dengan senang hati bisa membagikan pengalaman kami dalam menerapkan protokol kesehatan, supaya sekolah lain juga bisa menerapkan protokol kesehatan paling tidak 50 persen," katanya.

Sementara itu, Kepala SDN Rambutan 01 Suharti yang ikut dalam kunjungan, menilai perlunya banyak persiapan untuk menerapkan prokes seperti di Sekolah Perancis Jakarta. Hal ini berkaitan dengan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Sebab, penerapan prokes di Sekolah Perancis Jakarta memang benar-benar disiapkan secara matang.

"Mulai dari alur masuk, hingga alur pulang. Kalau itu diterapkan di kami di sekolah negeri barangkali yang musti banyak disiapkan, termasuk SDM, karena kalau butuh SDM cukup banyak," kata Suharti.

Suharti menjelaskan, untuk mendukung penerapan protokol kesehatan berjalan di sekolah, baik siswa, guru maupun staf juga memiliki pemahaman yang sama untuk menerapkan prokes. Sebab, penerapan prokes tidak hanya soal kesediaan alat mencuci tangan semata atau hand sanitizer.

"Karena perlu juga SDM untuk membantu mulai di pintu masuk, mengarahkan ke kelas, lalu jika  ada siswa dengan kondisi yang kurang fit ada ruangan kesehatan, sepertinya sekolah negeri kondisinya belum bagus," kata Suharti.

Namun, ia berharap kunjungan ke sekolah percontohan penerapan protokol kesehatan bisa menjadi gambaran bagi sekolah sekolah untik mempersiapkan pembelajaran tatap muka pada masa mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement