Kamis 27 May 2021 11:40 WIB

Menkeu: Varian Baru Corona Jadi Risiko Pemulihan Ekonomi

China menjadi negara yang paling banyak memberikan vaksin Covid-19.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pemulihan ekonomi nasional. Ilustrasi
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Pemulihan ekonomi nasional. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut, masih terdapat risiko yang harus diwaspadai di tengah optimisme pertumbuhan ekonomi pada kuartal dua 2021. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi meningkat 7,1 persen sampai 8,3 persen pada kuartal dua 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kemunculan varian baru corona mengancam prospek pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. "Efektivitas vaksin dipertanyakan dengan munculnya varian baru," ujarnya berdasarkan APBN KITA Edisi Mei 2021, seperti dikutip Kamis (27/5).

Dia menjelaskan, total vaksinasi global sebanyak 1,65 miliar dosis kepada 176 negara per 23 Mei 2021. Adapun rata-rata 29,1 juta dosis vaksin disuntikkan di seluruh dunia. 

China menjadi negara yang paling banyak memberikan vaksin Covid-19 sebesar 497,27 juta, disusul Amerika Serikat 285,72 juta. Indonesia berada peringkat 11 dan telah menyuntikkan 24,84 juta dosis vaksin. 

Secara rincian, vaksin pertama telah diberikan sebanyak 14,94 juta dosis atau 8,23 persen dari target pemerintah. Sedangkan vaksin kedua sebanyak 9,9 juta dosis atau 5,45 persen dari target.

Menurut Sri Mulyani, akses dan kecepatan vaksinasi global masih tidak merata. Hal ini disebabkan banyak negara yang belum mendapatkan vaksin terutama negara-negara miskin. “Hal ini turut mengancaman pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia,” ucapnya.

Selain itu, menurut dia, proteksi perdagangan berbagai negara, pertumbuhan ekonomi kuartal satu 2021 berbagai negara yang masih negatif, dan inflasi AS yang terus menguat juga menjadi risiko yang harus diwaspadai. Adapun inflasi Negeri Paman Sam yang mencapai 4,2 persen pada April 2021, memicu  kewaspadaan pada sektor keuangan.

Sri Mulyani menjelaskan, pemulihan ekonomi dan perbaikan kondisi pandemi di AS lebih cepat dari perkiraan. Hal tersebut mendorong kenaikan inflasi yang diikuti peningkatan imbal hasil atau yield obligasi Negeri Paman Sam serta apresiasi dolar AS.

“Kenaikan yield surat utang AS mendorong aliran modal asing dari emerging markets. Setelah tekanan mereda, dana asing kembali masuk ke emerging market sebesar 45,5 miliar dolar AS yang terdiri atas obligasi 31,2 miliar dolar AS dan pasar saham 14,2 miliar dolar AS pada April 2021,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement