Selasa 25 May 2021 11:47 WIB

Regulasi Pemerintah Dibutuhkan Dukung Dunia Farmasi

Dosen UAD menilai seharusnya pandemi jadi momentum dunia farmasi berkontribusi

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang pekerja memeriksa jarum suntik Vaksin untuk COVID-19 yang diproduksi. Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Saiful Bachri mengatakan, regulasi pemerintah dalam mendukung farmasi untuk dapat berkembang dalam mengatasi pandemi Covid-19 sangat dibutuhkan. Pasalnya, pandemi menjadi tantangan bagi dunia farmasi-farmakologi dalam mencari antivirus dari Covid-19.
Foto: AP Photo / Ng Han Guan
Seorang pekerja memeriksa jarum suntik Vaksin untuk COVID-19 yang diproduksi. Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Saiful Bachri mengatakan, regulasi pemerintah dalam mendukung farmasi untuk dapat berkembang dalam mengatasi pandemi Covid-19 sangat dibutuhkan. Pasalnya, pandemi menjadi tantangan bagi dunia farmasi-farmakologi dalam mencari antivirus dari Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Saiful Bachri mengatakan, regulasi pemerintah dalam mendukung farmasi untuk dapat berkembang dalam mengatasi pandemi Covid-19 sangat dibutuhkan. Pasalnya, pandemi menjadi tantangan bagi dunia farmasi-farmakologi dalam mencari antivirus dari Covid-19. 

Saiful menyebut, seharusnya pandemi juga menjadi momentum bagi dunia farmasi Indonesia untuk banyak berkontribusi. Terlebih, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan untuk dunia farmasi.  

Namun, kata Saiful, kekayaan yang dimiliki Indonesia tersebut justru banyak dimanfaatkan oleh negara barat dengan memproduksi obat-obatan dan dijual kembali ke Indonesia. 

Dalam faktanya, menurut Saiful, pemanfaatan SDA tersebut belum maksimal di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki tanaman yang berkhasiat untuk obat tradisional sekitar 5000-an jenis tanaman. 

Namun, tanaman yang baru digunakan hanya sekitar 300-an jenis. Artinya, masih banyak jenis tanaman berkhasiat yang belum dimanfaatkan di Indonesia. 

"Oleh karena itu, penting bagi kita potensi bahan alam yang banyak kita manfaatkan. Sehingga kita dapat membangun herd-immunity bagi kita," kata Saiful dalam Podcast Kutunggu di Pojok Ngasem Universitas Widya Mataram (UWM), belum lama ini. 

Sementara, kaitannya dengan kapital industri, kendala terbesar farmasi di Indonesia yakni pemerintah cenderung memproteksi industri farmasi baik modern maupun sintetik. Industri farmasi di luar negeri sendiri, kata Saiful, memiliki kapital yang besar. 

"Kita masih dihadapkan pada cost-efficiency yang sangat rendah. Pasalnya ini akan membuat dunia farmasi Indonesia akan kalah bersaing dengan produk luar" ujarnya. 

Untuk itu, Saiful menegaskan bahwa diperlukan terobosan regulasi untuk melindungi industri farmasi di Indonesia. Baik itu industri farmasi tradisional maupun sintetik agar industri farmasi di Indonesia dapat berkembang dan dapat bersaing dengan industri luar negeri. 

"Serta (industri Indonesia dapat) menjadi tuan rumah di negeri sendiri," jelas Saiful. 

Saiful menuturkan, Indonesia sendiri memiliki banyak ahli yang bisa memanfaatkan SDA Indonesia untuk kepentingan dunia farmasi, khususnya farmasi tradisional. Walaupun begitu, menurutnya memang membutuhkan modal yang besar agar obat tradisional yang dihasilkan dapat optimal. 

"Jika pemerintah dapat memaksimalnya dari hulu ke hilir, maka ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi Indonesia. Ketersediaan bahan alam yang banyak sekali juga bisa berfungsi sebagai modulator untuk daya tahan tubuh serta berkhasiat sebagai antivirus, seperti kapsul sambiloto dan bawang putih yang dapat menjadi antivirus di era pandemi ini," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement