Selasa 18 May 2021 02:55 WIB

Kejenakaan dalam Kenangan

Teguh Esha adalah penulis Ali Topan Anak Jalanan wafat pada Senin akibat Covid-19

 Sastrawan, Teguh Esha. Teguh Esha adalah penulis Ali Topan Anak Jalan yang wafat pada Senin akibat Covid-19.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sastrawan, Teguh Esha. Teguh Esha adalah penulis Ali Topan Anak Jalan yang wafat pada Senin akibat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dewi Mardiani/Wartawan Republika

Kabar di grup aplikasi Whatsapp pada Senin (17/5) siang menyampaikan tentang wafatnya seorang wartawan dan sastrawan, Teguh Esha, pada pagi harinya. Disampaikan bahwa pemakamannya menggunakan protokol kesehatan.

Kaget tentunya yang saya rasakan. Beliau, yang sering saya sapa dengan sebutan Mas Teguh, adalah seorang teman baik yang saya kenal sejak sepuluh tahun yang lalu. 

Perkenalan pertama kami memang tanpa rencana pada 2011. Pertemuan yang tak disengaja di Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Pada suatu sore tahun itu, saya ada janji bertemu dengan seorang sahabat satu SMP. Maya menjemput saya di kantor di Republika. Dalam perjalanan, dia sampaikan bahwa ada janji juga dengan temannya yang lain, Haris Jauhari, seorang tokoh media yang belum pernah saya dengar namanya saat itu. 

Akhirnya, saya setuju ikut. Sampailah kami di suatu tempat arena kumpul-kumpul di Kawasan Bulungan. Di sana, saya diperkenalkan dengan Bang Haris, seorang  pekerja media elektronik swasta, dan seorang lelaki paruh baya yang kemudian diperkenalkan dengan nama Teguh Esha. "Ini dia yang nulis tentang Ali Topan, Wi. Orang terkenal lho dia itu," kata Bang Haris saat memperkenalkan Mas Teguh kepada saya. 

Mereka bertiga saat itu tengah menikmati kopi di kursi kayu beranyaman rotan. Saya berdua pun bergabung dengan mereka dan berbincang-bincang santai. "Dewi. Namanya seperti orangnya," ucap Mas Teguh mengomentari nama saya. Saya hanya tertawa mendengarnya. 

Tak berapa lama, kami pun akrab dalam berbincang, baik tentang pekerjaan, dunia wartawan, maupun dalam keseharian. Mas Teguh pun banyak berkelakar soal kerja jurnalistik. Pengalamannya dalam bidang media massa diceritakannya dengan jenaka. 

Rasa penasaran saya terpancing saat ingat soal tulisannya dalam Ali Topan Anak Jalanan. Semula merupakan cerita bersambung di majalah Stop mulai Februari 1972, yang kemudian diangkat menjadi film pada 1977. Pemeran Ali Topan di film itu adalah Junaedi Salat. Film itu menceritakan seorang lelaki pemberontak yang pintar. Pada 1977, diterbitkan sebagai novel, yang harus cetak empat kali dalam waktu empat bulan karena besarnya peminat. 

"Kenapa Mas Teguh ambil ceritanya seperti itu?" tanya saya penasaran. 

" Asyik ajah ambil cerita begitu. Kan memang masanya anak-anak tahun 70-an seperti itu. Tuh, dia itu yang jadi inspirasi saya untuk tokoh Ali Topan," Kata Mas Teguh sambil menunjuk ke Bang Haris. Orang yang ditunjuk pun tertawa. 

"Apa benar begitu, Bang Haris? Memangnya dulu Bang Haris motor-motoran? Ga kebayang ah seperti itu," komentar saya ke Bang Haris. Dia pun hanya tertawa lagi. 

Sambil tertawa terbahak-bahak, Mas Teguh pun membenarkan. "Kamu gak tau ajah. Dia tuh dulu ke mana-mana motor-motoran. Tapi orangnya pintar, baik. Makanya, saya ambil jadi cerita untuk Ali Topan," kata Mas Teguh menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement