Selasa 18 May 2021 01:10 WIB

Ada 6,5 Juta Pengguna Aktif Konten Digital Perpusnas

Kepala Perpustakaan Nasional membantah anggapan orang Indonesia malas membaca.

Diskusi hari jadi Perpustakaan Nasional ke-41 dengan pemateri Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dan anggota Komisi X DPR Putra Nababan di Jakarta, Senin (17/5).
Foto: Istimewa
Diskusi hari jadi Perpustakaan Nasional ke-41 dengan pemateri Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dan anggota Komisi X DPR Putra Nababan di Jakarta, Senin (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati hari jadinya ke-41, pada 17 Mei 2021, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengadakan diskusi bertema 'Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial'. Talk show digelar Pusat Analisis Pengembangan Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca di Jakarta, Senin (17/5).

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menjelaskan, Perpusnas adalah salah satu lembaga negara yang paling siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pasalnya, sejak 2015, Perpusnas sudah memulai bermigrasi ke konten digital. "Alhamdulilah, dua tahun belakangan ini, Perpusnas telah menjadi perpustakaan terbaik dunia dalam menyajikan jurnal ilmiah," katanya.

Data menunjukkan, sudah 6,5 juta orang pengguna aktif dalam konten digital Perpusnas yang mengakses 3-4 miliar artikel ilmiah. Hanya saja, data Perpusnas menyatakan, baru 30 juta penduduk Indonesia yang familiar dengan digitalisasi konten ilmu pengetahuan. Dari angka itu, 6,5 juta orang, di antaranya mengaku tidak bisa memisahkan hidup mereka dari ilmu pengetahuan berbasis digital.

"Itu artinya, masih terdapat kesenjangan 240 juta penduduk Indonesia yang belum terkoneksi. Ini ruang yang harus dibangun bersama," kata Syarif.

Anggota Komisi X DPR Putra Nababan menegaskan, dukungan positif pada momen perayaan ulang tahun ke-41 Perpusnas. Apalagi pada momen pandemi Covid-19 seperti saat ini, sambung dia, digitalisasi konten Perpustakaan yang digiatkan sejak enam tahun lalu, dapat dinikmati pada masa-sama sulit ini.

"Data BPS menunjukkan ada peningkatan literasi, meski sedikit, tapi ini cukup signifikan. Apalagi pada saat pemerintah memberikan bantuan pulsa pada murid, dosen dan guru, fasilitas layanan perpustakaan itu dinikmati," kata Putra.

Sebagai legislator yang membidangi pendidikan, Putra meminta Perpusnas untuk terus mengusahakan gerakan literasi secara maksimal. Meski mengalami pembatasan dan pemotongan anggaran, yang sebagian besar dialifungsikan untuk penanggulangan bencana pandemi Covid-19, kata dia, Perpusnas tetap harus maksimal.

Membantah

Syarif Bando membantah anggapan orang Indonesia malas membaca. Faktanya tidak demikian. Dia menuturkan, budaya literasi di Indonesia sudah jauh tinggi. Salah satu fakta yang bisa menjelaskan adalah bukti peninggalan sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke-2. Berlanjut ke Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan peradaban yang tercipta pembangunan Candi Borobudur pada 724 Masehi.

Sedangkan, di belahan benua lain pada abad ke- 15, Christopher Colombus baru menemukan benua Amerika, lalu Abel Tasman menemukan Selandia Baru abad ke-16. "Artinya, negara-negara Eropa selalu mengakui Indonesia sebagai negara tertua seribu tahun dari mereka. Bagaimana bisa kita katakan Indonesia mempunyai budaya baca yang rendah?"

Syarif melanjutkan, jika banyak penelitian menunjukkan bahwa budaya Indonesia rendah, itu hanya persoalan ketersebaran buku yang belum merata ke berbagai pelosok daerah. Bayangkan saja, kata dia, satu buku ditunggu 90 oleh orang untuk dibaca. "Indonesia hanya kekurangan buku. Merujuk ketentuan UNESCO, Indonesia masih kekurangan 500 juta buku yang harus didistribusi," kata Syarif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement