BNPB Dihapus, Komisi VIII: Indonesia Super Market Bencana

Penguatan BNPB merupakan bagian dari memperkuat manajemen bencana di Indonesia.

Senin , 17 May 2021, 17:01 WIB
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/5/2021). Rapat kerja tersebut membahas pengaturan kelembagaan dan anggaran dalam DIM RUU PB.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/5/2021). Rapat kerja tersebut membahas pengaturan kelembagaan dan anggaran dalam DIM RUU PB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR dengan tegas menolak tidak dimasukkannya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB) dan justru mengaturnya lewat Peraturan Presiden (Perpres). Padahal, Indonesia merupakan negara rawan bencana dan seharusnya lembaga tersebut diperkuat.

"Republik Indonesia ini memang super marketnya bencana alam. Selama ibu menjadi Mensos, saya mengikuti sepak terjang bu menteri, musibah di NTT dan lain-lain, tentunya keberadaan BNPB itu sendiri, (pendapat) kami tetap diperkuat," ujar anggota Komisi VIII M. Husni dalam rapat kerja dengan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Senin (17/5).

Pada dasarnya, salah satu tujuan Komisi VIII mengajukan revisi UU Penanggulangan Bencana adalah untuk memperkuat BNPB. Sebab, penguatan lembaga tersebut merupakan bagian dari memperkuat manajemen bencana di Indonesia.

"Kalau pun tidak bisa diperkuat, paling kurang apa yang telah ada kemarin sebelum kita lakukan panja, keberadaannya itu harus ada," ujar Husni.

Anggota Komisi VIII Bukhori juga berpendapat sama, bahwa seharusnya BNPB diperkuat lewat revisi UU Penanggulangan Bencana. Jika lembaga tersebut hanya diatur lewat Perpres, BNPB tak akan memiliki kedudukan yang kuat dalam menanggulangi bencana.

"Jadi saya kira menjadi sangat lucu kita ingin memperkuat badan itu yang semula dibentuk oleh undang-undang, lalu ditarik kemudian dibentuk oleh Perpres. Saya bertanya, di mana letak kekuatannya," ujar Bukhori.

Seharusnya pemerintah sadar, bahwa setiap tahunnya Indonesia diterpa bencana-bencana yang merenggut korban jiwa. Dengan diperkuatnya BNPB, lembaga tersebut dinilainya dapat lebih kuat dalam berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah dalam penanggulangan bencana.

"Dalam waktu setahun ini jumlah bencana besar tidak kurang dari 20 bencana besar, belum yang kecil-kecil. Kalau ini kemudian kita tidak mensikapinya secara serius, maka ini akan menjadi bahaya bagi kita dan anak cucu kita," ujar Bukhori.

Sementara itu, Risma mengatakan, bahwa ada sejumlah pertimbangan untuk tak mencantumkan nomenklatur BNPB dalam revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB). Namun, dia menegaskan, tak dicantumkannya BNPB bukan berarti melemahkan lembaga tersebut.

Perubahan dalam BNPB, kata Risma, mungkin akan terjadi sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan organisasi yang akan datang. Sehingga organisasi kelembagaan penanganan bencana akan lebih adaptif dan responsif.