Jumat 14 May 2021 16:29 WIB

Darurat Militer Ditetapkan di Kota Negara Bagian Chin

Kerusuhan terjadi di Kota Mindat, milisi serang kantor polisi dan bank.

Etnia bersenjata Myanmar melawan junta.
Foto: the diplomat/reuters/Ap
Etnia bersenjata Myanmar melawan junta.

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Junta Myanmar mengumumkan darurat militer di sebuah kota di Negara Bagian Chin setelah menuduh teroris bersenjata berada di balik serangan di kantor polisi dan bank. Demikian dilaporkan media pemerintah pada Jumat.

Dalam menghadapi penentangan meluas, junta bergelut untuk mempertahankan ketertiban di tengah protes yang berlangsung tiap hari di kota-kota dan pertempuran di negara-negara bagian wilayah perbatasan sejak pihaknya menggulingkan pemimpin terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Baca Juga

Kantor berita Myanmar News Agency melaporkan bahwa kerusuhan di Kota Mindat terjadi pada Rabu (12/5) dan Kamis (13/5), melibatkan sekitar 100 orang yang menggunakan senjata rakitan untuk menyerang sebuah kantor polisi. Sekitar 50 orang dilaporkan juga menargetkan Bank Ekonomi Myanmar.

Laporan media tersebut menyatakan bahwa pasukan keamanan telah menangkis serangan tersebut tanpa menimbulkan korban. Dokumen yang menyatakan pemberlakuan darurat militer di kota di Negara Bagian Chin, yang berbatasan dengan India, telah diunggah di The Global New Light of Myanmar, surat kabar yang dikelola negara.

Reuters tidak dapat secara independen memastikan kebenaran laporan media pemerintah tentang situasi di Mindat. Tetapi, sebuah dokumen --yang diunggah di media sosial oleh media lokal yang mengeklaim berasal dari pemerintahan antijunta di daerah Mindat-- menyebutkan bahwa deklarasi darurat militer tidak valid.

Pertempuran itu dipicu oleh tentara yang melanggar janji untuk membebaskan tujuh warga sipil yang ditahan selama protes baru-baru ini. Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Chinland, milisi yang baru dibentuk, mengatakan pihaknya berada di balik pertempuran terakhir dan mengonfirmasi keaslian dokumen tersebut.

"Mereka (junta) tidak bisa lagi memerintah kota kecuali di beberapa daerah di mana mereka memiliki pangkalan. Mereka tidak memiliki kendali di daerah pedesaan," kata juru bicara itu.

Ia mengatakan bahwa satu pejuang dari pasukan itu tewas dan bentrokan terus berlanjut dengan tentara yang membawa bala bantuan. Juru bicara junta belumdapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Setidaknya 788 orang tewas dalam penindasan brutal terhadap protes oleh pasukan keamanan. Beberapa pendukung pemerintah yang digulingkan berupaya mendapat pelatihan militer bersama para pemberontak yang telah memerangi militer selama beberapa dekade di daerah perbatasan.

Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi korban karena militer telah memberlakukan pembatasan pada media, layanan internet, dan siaran satelit.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement