Selasa 11 May 2021 22:12 WIB

Karunia Allah dan Mujahadah Kita

Ada peran kombinasi takdir Allah dan ikhtiar kita sebagai hamba.

Shalat malam menjadi ukuran kualitas spiritual seorang Muslim.
Foto: republika
Shalat malam menjadi ukuran kualitas spiritual seorang Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar

Begitu  banyak karunia Allah kepada kita. Salah satu karunia dan nikmat paling mulia yakni iman dan kita ber-Islam. Insya Allah melalui Ramadhan  menjadi sarana pendakian spiritual keimanan dan keislaman kita melalui amalan dalam Ramadhan, terutama puasanya. Karena kenikmatan puasa itu indah dan istimewa. Allah tegaskan,  “puasa untuk-Ku”.

Demikian pula karunia kita dapat melakukan tilawah Quran. Kuantitas dan kualitas tilawah kita akan berbanding lurus dengan peningkatan iman dan ilmu. Sekaligus pula  menjadi indikasi level keimanan masing-masing.

Begitu juga dengan shalat malam. Jelas amalan ini menjadi ukuran kualitas spiritual kita. Apa yang kita rasakan saat shalat lail menjadi ukuran level spiritual kita.

Ketika kita tak mampu menangis saat shalat lail maka itulah level spiritual kita. Untuk itu ulama berkata,  “Jika tak mampu menangis saat shalat lail, maka tangisi kerasnya hati kita sehingga tak menangis.”

Semua ibadah, jika kita diberikan sedikit saja bisa merasakan nikmatnya, sudah merupakan karunia besar dari Allah Ta’ala. Sebagaimana janji Allah dalam QS  An-Nur : 21

 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ‌ ؕ وَمَنۡ يَّتَّبِعۡ خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ فَاِنَّهٗ يَاۡمُرُ بِالۡـفَحۡشَآءِ وَالۡمُنۡكَرِ‌ ؕ وَلَوۡلَا فَضۡلُ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنۡكُمۡ مِّنۡ اَحَدٍ اَبَدًا وَّلٰـكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّىۡ مَنۡ يَّشَآءُ‌ ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Kalau bukan karunia dan Rahmat Allah tak ada lagi yang bisa mensucikan hati.

Dalam konteks kualitas keimanan ini, akidah Ahlul Sunnah memastikan ada peran kombinasi takdir Allah dan ikhtiar kita sebagai hamba.

Bukan akidah Jabariyah dan Qadariyah semata mengantungnya salah satunya saja. Padahal Allah adalah pengatur segalanya tapi juga memberi ruang wilayah manusia untuk bermujahadah bagi keimanannya.

Sebagaimana Allah ta’alla menjelaskan dalam  QS. Al-‘Ankabut Ayat 69

وَالَّذِيۡنَ جَاهَدُوۡا فِيۡنَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَا ‌ؕ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِيۡنَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik (yang ikhsan dalam ibadah dan muamalah).”

Maka jalan hidayah itu, Allah siapkan banyak pilihan jalan untuk menjadi orang beriman yang lebih baik.

Yang penting bagaimana kita bersungguh-sungguh. Dan Allah akan beri ujian berdasarkan karakter dan kemampuan masing-masing. 

Jadi kalau hidayah,  Allah tunjukkan jalannya. Kalau ihsan,  bukan lagi petunjuk tapi sudah bersama Allah. Maka level tertinggi keimanan itu ihsan,  dengan merasakan benar bersama Allah.

Bagaimana ihsan dalam muamalah? Prof Abd Basalamah, (tokoh Islam Sulsel) mengilustrasikan seorang penjual rokok. Bahwa jumhur ulama menghukumi rokok makruh sehingga berdagang rokok halal tapi hasilnya tidak ihsan.

Demikian pula penjual baju bodo’ (baju adat Bugis Makassar) halal hasilnya tapi karena baju tersebut mempertontonkan aurat maka tidak ihsan.

Mari meningkatkan mujahadah, yang merupakan wilayah kita sebagai manusia berjuang meraih hidayah, meningkatkan iman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement