Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri tentang Suci dari Dosa

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil

Selasa 11 May 2021 16:39 WIB

Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri tentang Suci dari Dosa. Foto ilustrasi:  Umat Muslim melakukan shalat Idul Fitri di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang. ilustrasi (Republika/Wihdan) Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri tentang Suci dari Dosa. Foto ilustrasi: Umat Muslim melakukan shalat Idul Fitri di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang. ilustrasi (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, Idul Fitri Mengikis Segala Noda dan Dosa

oleh: Prof. Dr. H. Said Agil Husin AI Munawar, MA.

Baca Juga

Saudara-saudara Kaum muslimin yang berbahagia !

Setelah sebulan kita melaksanakan ibadah puasa, maka sejak fajar tadi pagi kita telah berpisah dengan Ramadhan. Kita belum tahu apakah kita masih bertemu dengan Ramadhan tahun mendatang. Yang pasti hari ini kita berada di ldul Fitri, yakni hari yang suci, penuh barokah dan ampunan.

Dikatakan suci karena hari ini kita telah berada dalam suasana ampunan Allah, suci dari noda dan dosa. Kendati itu semua sangat tergantung kepada tingkat keikhlasan amal perbuatan kita kepada Allah selama Ramadhan. Melalui ibadah puasa kaum muslimin menjalani latihan mental, untuk menguasai, mampu dan mengenal diri, dan mampu mengendalikan serta menahan diri dari tipu daya syaithoniyah. Kita melatih diri untuk mampu meninggalkan semua hal yang dapat merusak tata pergaulan masyarakat harmoni dan juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan takwa dan tafakkur kepada zat yang Maha Besar.

Tegasnya dalam puasa itulah peluang yang sangat istimewa bagi kaum muslimin untuk berusaha meningkatkan dirinya menjadi insan muttaqien. Justru amat merugilah mereka yang tidak berkesempatan menjalankan ibadah puasa, meskipun secara fisik ia bisa melakukannya.

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan moral nurani, yakni al-akhlaqul al-karimah. lalam juga sangat menekankan adanya rasa kesadaran bagi para pengikutnya, karena dengan kesadaran itulah seorang muslim tidak akan merasa terpaksa dan tertekan dalam melaksanakan perintah Allah.

Keterpaksaan melaksanakan sesuatu, lazimnya tidak akan memberi bekas yang mendalam bagi seseorang. Seakan-akan gumpalan asap yang sirna diserap langit yang amat luas.

Dengan demikian nyatalah bahwa pada diri orang-orang yang bertakwa tersimpan sikap moral yang tinggi serta kesadaran yang mendalam. Di dalam hubungannya dengan ibadah puasa, orang yang takwa menunjukkan sikap dan kesadaran yang menembus pintu hati, sehingga ia berkeyakinan bahwa dirinya tidak terlepas dari pandangan Allah. Ia yakin bahwa Allah hadir dalam setiap gerak-gerik dan detik nafasnya. Keyakinan ini akan terus bertambah kuat sebagaimana firman Allah dalam surat al- Baqarah ayat 186.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya:

"Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka mendapat petunjuk". (QS. al- Baqarah/2:186)

Pengertian ayat tersebut di atas menyatakan bahwa, Allah tidak melepaskan pandangan terhadap hamba-hamba- Nya, ia mengabulkan permintaan hamba-hambanya, dan Allah mengetahui semua apa yang diperbuat para hamba-Nya.

Para pakar Tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "ibadi" (hamba-hambaku) dalam ayat ini adalah hamba-hambanya yang senantiasa mengakui kesalahan, kekhilafan, dan kealpaan yang pernah dilakukannya, baik terhadap Allah Swt. sebagai penciptanya maupun kepada sesama manusia.

Kesadaran akan kehadiran Allah inilah yang merupakan sumber kekuatan dan ketahanan mental manusia yang beragama dari segala tipu daya dan bujuk rayu setan. Jika sudah demikian tentunya manusia akan terhindar dari segala bentuk pekerjaan yang jahat dan sesat.

Allahu Akbar 3 x Walillahhil hamd! Kaum muslimin yang berbahagia !

Di hari yang suci dan fitrah ini marirah kita saling memaafkan, karena memberi dan meminta maaf merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah Swt. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing- masing individu. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sikap enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang.

Selain itu sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Karenanya, orang yang suka memberi dan meminta maaf nilai kepribadian dan ketakwaannya sangat luhur. ltulah sebabnya, sikap seperti itu melekat pada diri pada Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang shaleh. Sayidina Ali r.a. pernah berkata: "bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang mulia, sedangkan memberi maaf lebih mulia di mata Allah Swt.".

Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf a.s. yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkannya kedalam sumur. Sikap tersebut juga ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Makkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Makkah masuk Islam secara berbondong-bondong.

Demikian pula beliau sentiasa meminta maaf kepada para sahabat dan umatnya. Walaupun mereka mengakui bahwa beliau tidak pernah berbuat salah terhadap mereka. Menjelang akhir hayatnya beliau mengumumkan di hadapan para sahabatnya bahwa beliau meminta maaf kepada mereka, siapa- siapa yang merasa disakiti atau tersinggung selama dalam kepemimpinannya.

Allahu Akbar 3 x Walil/ahil hamd!

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya:

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. ali- Imran:134)

Ayat tersebut menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang bertakwa, yang berarti memiliki sikap suka memberi dan meminta maaf adalah termasuk sikap orang yang bertakwa. Namun yang masih kita prihatinkan hingga sekarang ini adalah ternyata masih banyak orang yang tidak mau meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya.

Padahal jelas-jelas bahwa kesalahan yang dilakukan olehnya. Sebaliknya, masih banyak di antara kita yang enggan memberi maaf atas kesalahan yang diperbuat orang lain, walaupun orang tersebut sudah bertaubat dan meminta maaf atas kekhilafan dan kealpaannya.

Akibat sikap enggan memberi dan meminta maaf, maka sifat-sifat dendam, marah dan benci yang ada di masyarakat terus bermunculan akibat keengganan tersebut sulit dihilangkan pada saatnya. Sifat tersebut merusak tali persaudaraan.

Keengganan memberi dan meminta maaf itu terjadi karena akibat rasa dendam yang timbul dalam hati, rasa dendam itu kemudian melahirkan kemarahan seseorang sulit untuk memberi maaf, bahkan lebih buruk lagi jika timbul tindakan balas dendam. Tindakan balas dendam inilah yang akhirnya merugikan dan meresahkan masyarakat.

Allahu Akbar 3 x Walillahil hamd!

Mengukur perbuatan jika hanya dengan pendapatnya sendiri, maka yang bersangkutan akan merasa selalu benar. Oleh sebab itu ukuran yang paling tepat untuk mengukur perbuatan seseorang ialah al-Qur'an, sebab dengan al-Qur'an itulah seseorang akan mampu melihat secara adil terhadap dirinya sendiri, sehingga bila terdapat kesalahan pada dirinya ia tidak segan-segan mengakui dan meminta maaf kepada yang dirugikan. Dengan kesadaran ini kita akan mudah mengakui kesalahan dan tidak perlu menyalahkan orang lain. Dalam hal koreksi kedalam, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18)

Kaum muslimin yang berbahagia!

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sikap mau memberi maaf dan meminta maaf nerupakan bukti keluhuran pribadi seseorang dan salah satu ciri orang yang bertakwa sebagai implementasi dari pelaksaan ibadah puasa kita. Selanjutnya dengan sikap tersebut, maka rasa dendam dan permusuhan dapat dihilangkan, sehingga kita semua pada hari Raya ldul Fitri ini berada dalam fitrah dan kesucian lahir bathin.

Semoga Allah senantiasa memaafkan kesalahan- kesalahan kita dan memberkahi kita semua. Amien.

Sumber:

http://simbi.kemenag.go.id/epustaka_slims/index.php?p=show_detail&id=117