Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andi Miuhammad Haekal

Praktik Pengobatan Spiritual dalam Berbagai Agama

Agama | Tuesday, 11 May 2021, 07:10 WIB
Ilustrasi pengobatan spiritual di abad pertengahan. Foto: Wikimedia
Ilustrasi pengobatan spiritual di abad pertengahan. Foto: Wikimedia

Sejatinya, setiap manusia pasti pernah mengalami yang namanya rasa sakit. Mulai dari demam, sakit kepala biasa, sakit psikis, hingga sakit kronis yang memerlukan pertolongan medis serius. Namun, selain dengan pertolongan medis, masyarakat dalam proses penyembuhannya juga ada yang mendatangi pengobatan spiritual sebagai alternatif penyembuhan penyakit tertentu.

Studi yang dilakukan Ahmad, DKK (2013) menyebutkan bahwa terapi spiritual (Islami) terbukti efektif berpengaruh terhadap penanggulangan depresi atau gangguan psikologis lainnya. Ia mengemukakan bahwa terdapat tingkat kemampuan manajemen qalbu terhadap penurunan tingkat depresi pada penderita. Lebih, Harold G. Koenig dalam penelitiannya Faith Factor: Annotated Bioliography of Chemical Research on Spiritual Subject menjelaskan bahwa faktor spiritual terlibat dalam peningkatan kemungkinan tambahnya usia hidup, penurunan pemakaian alkohol, rokok dan obat penurunan lanjut, depresi, penurunan tekanan darah, dan perbaikan kualitas hidup bagi pasien kanker serta penyakit jantung.

Pemahaman masyarakat akan pengobatan spiritual lebih tertuju pada ketenangan. Dari faktor tersebut masyarakat dengan berbagai cara mencoba praktik tersebut sesuai dengan ajaran dan apa yang mereka yakini. Dipikir, sebagian masyarakat lebih memilih pengobatan dengan pendekatan spiritual dalam menyembuhkan penyakit tertentu, dibandingkan melakukan pendekatan secara medis. Berikut ulasan lebih dalam praktik pengobatan spiritual dari berbagai agama yang diakui di Indonesia.

Pertama, Islam. Dalam Islam, pengobatan spiritual sering disebut dengan rukiah. Rukiah dapat diartikan sebagai penyembuhan penyembuhan dengan cara membacakan ayat suci Al-Qur'an kepada seseorang yang sakit akibat penyakit sengatan hewan, sihir, kerasukan dan gangguan jin. Adapun tujuan dari rukiah adalah sebagai perlindungan dari penyakit. Dalam prosesnya, rukiah sendiri adalah dengan cara membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang mengandung permintaan pertolongan dan pelindungan kepada Allah. Dalam syariat Islam, terdapat dua macam rukiah yang dikenal, yaitu rukiah yang sesuai dengan syariat dan rukiah syirik

Rukiah yang sesuai syariat adalah rukiah yang benar menurut ketetapan Islam, di antaranya dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an seperti surat Al-Fatihah, ditambah dengan ayat-ayat yang meminta perlindungan Allah, zikir dan doa. Sedangkan rukiah syirik adalah rukiah yang biasa dipraktikkan oleh para dukun. Rukiah yang dilakukan oleh dukun dikenal dikenal dengan istilah jampi atau mantra. Hukum dari rukiah jenis ini adalah haram, karena dalam praktiknya memohon bantuan kepada selain Allah (kepada jin, dan roh). Perbuatan tersebut tergolong dalam perbuatan syirik.

Kedua, pada Agama Kristen. Di dalam kepercayaan Kristiani, pengobatan spiritual serupa disebut sebagai eksorsisme. Eksorsisme sendiri berasal dari bahasa latin exorcismus, yang artinya sebuah praktik untuk mengusir setan atau makhluk halus (roh) jahat dari seseorang atau suatu tempat yang tidak dipercaya sudah dirasuki oleh setan atau jin.

Seseorang yang melakukan praktik eksorsisme dikenal sebagai eksorsis dan biasanya merupakan rohaniawan, uskup, atau seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengusir setan. Praktik eksorsisme sendiri terbagi menjadi dua, eksorsisme formal yang hanya dapat dilakukan oleh seorang imam selama pembaptisan atau dengan izin dari Uskup, dan eksorsisme biasa yang dapat dilakukan oleh menggunakan doa komunitas.

Adapun proses eksorsisme dapat menggunakan doa-doa dan hal religius, seperti mantra, gerak-gerik, simbol, gambar atau patung suci, jimat, dan lainnya. Sang eksorsis akan meminta bantuan Tuhan atau malaikat agung untuk ikut campur dalam proses eksorsisme. Dalam pemahaman kristiani, seorang yang sedang kerasukan jin tidak dapa bertanggung jawab sebagai dari jin itu sendiri, dan tidak bertanggung jawab akan tindakan orang tersebut. Maka eksorsisme lebih mempertimbangkan sebagai suatu bangunan dalam sebuah pertunjukan.

Ketiga, Hindu. Umat ​​dengan kepercayaan Agama Hindu mempercayai salah satu dari empat Weda (kitab suci Hindu), yaitu Atharwa Weda yang berisi rahasia yang berkaitan dengan pengusiran setan dan sihir. Dalam Hindu, sarana dasar dari eksorsisme adalah mantra dan yajna (kurban suci) yang digunakan dalam kedua tradisi Weda dan Tantra (berkaitan dengan praktik spiritual). Juga pada tradisi Waisnawa yang tidak bisa membaca nama-nama Narasimha dan membaca kitab suci, terutama Bhagavata Purana.

Terakhir, pada agama Budha. Dalam Buddhisme Tibet atau Buddhisme Mahayana terdapat praktik-praktik perdukunan yang sangat kental. Praktik tersebut seperti pengusiran arwah atau roh-roh jahat. Hadirnya praktik ini karena pengakuan akan aspek dan makhluk makhluk yang sudah melekat dalam tradisi dan teks kuno yang diturunkan. Biasanya praktik pengusiran ini dilakukan oleh anjing yang paling disegani di sebuah kuil atau vihara. Tapi ada juga yang buka praktik khusus di luar kuil atau vihara atau bahkan di rumah. Dalam proses pengusiran biasanya menyertakan mantra pembacaan dari kitab suci-kitab suci, puasa, sistem sistem pembakaran dupa, dan lainnya. Praktik pengobatan ini biasanya terjadi pada gejala gangguan yang tampak, seperti sikap seseorang yang tidak wajar, gangguan fisik yang tidak jelas, bahkan sampai pada mimpi buruk yang berulang.

Nah, itu dia berbagai macam pengobatan spiritual dalam berbagai agama di Indonesia. Ada yang perlu diingat, pada akhirnya yang bisa menentukan dan menjaga kesehatan diri kita adalah kita sendiri. Maka, selalu jaga kesehatan ya, baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image